Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 19 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Refleksi Teror dari Nice (Kompas)

Kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, sudah mengumumkan calon wakilnya, yakni Gubernur Indiana Mike Pence.

Keduanya akan dicalonkan secara resmi pada Konvensi Partai Republik di Cleveland, Ohio, mulai Senin (18/7).

Perjalanan keduanya masih panjang untuk mencapai jabatan puncak yang akan ditentukan pada pemungutan suara tanggal 8 November mendatang. Kali ini bukan topik pemilihan presiden yang akan kita bahas, melainkan tentang Konvensi Partai Republik, khususnya menyangkut pengamanan setelah kejadian teror di Nice, Perancis.

Ternyata sejak sebelum aksi teror di Nice, penyelenggara konvensi sudah memikirkan ancaman bahaya serupa sehingga memutuskan untuk mendirikan pembatas lalu lintas dari beton, juga pagar metal yang tinggi di seputar area konvensi. Hal itu dilakukan untuk mencegah penyerang yang menggunakan truk untuk menghantam massa, yang di Nice menewaskan lebih dari 80 orang.

Serangan dengan kendaraan pembawa bom selalu menjadi bahan kerisauan petugas pengamanan, tetapi itu bukan satu-satunya. Terkait dengan konvensi, otoritas di Cleveland telah melarang pula penerbangan drone (pesawat udara nirawak), juga membatasi ukuran tas yang bisa dibawa peserta dan undangan. Jumat lalu mereka juga mengganti tempat sampah yang tak tembus pandang di tempat konvensi dengan kantong plastik transparan, agar orang lebih sulit menyembunyikan benda.

Masuk akal jika pengamanan menjadi isu penting karena dunia dirasakan semakin tidak aman dan metode teror yang mengagetkan semakin bermunculan.

Dalam hal teror di Nice, Ali H Soufan, mantan agen khusus FBI, dalam opininya di harian New York Times (16/7) menulis, dari sisi jumlah korban, aksi tersebut mengerikan, tetapi dari sisi metode, sesungguhnya tidak. Ini karena pelaku teror sejak lama menyerukan kepada pendukungnya untuk mentransformasikan kendaraan sehari-hari menjadi instrumen pembantaian massal. Dalam kenyataan, beberapa tahun terakhir memang sudah terjadi penyerangan dengan kendaraan tanpa bahan peledak.

Hal ini memicu pertanyaan mencekam, kalau truk biasa saja bisa menyebabkan banyak kematian, apa masih ada harapan untuk menghentikan terorisme? Negara seperti Perancis, sebagaimana dikatakan Perdana Menteri Manuel Valls, menjawab "tidak". Zaman telah berubah dan Perancis harus terbiasa dengan terorisme, tambahnya.

Sungguh realitas yang getir, tetapi boleh jadi memang itulah realitas baru yang harus dihadapi. Yang penting, mereka yang menangani keamanan harus bertugas secara maksimal, dan masyarakat ikut bersikap waspada terhadap lingkungannya. Selebihnya, para pemimpin dunia, dan otoritas keamanan, serta ahli strategi, perlu memikirkan cara lebih efektif untuk mengalahkan terorisme.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Refleksi Teror dari Nice".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger