Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 11 Agustus 2016

TAJUK RENCANA: Rusia Mainkan ”Kartu” Turki (Kompas)

Hubungan Turki dan Rusia akan membuat perubahan peta politik kawasan meskipun kedua negara berbeda dalam kaitan kepemimpinan Suriah.

Kehadiran Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ke Saint Petersburg, kota kelahiran Presiden Rusia Vladimir Putin, membuka babak baru hubungan kedua negara itu. Ketika pesawat jet Su-24 Rusia ditembak Turki di Suriah November 2015, hubungan kedua negara itu mulai memburuk.

Presiden Putin memberikan sanksi ekonomi terhadap Turki, antara lain berupa pembatalan perjalanan wisata. Jumlah wisatawan Rusia ke Turki turun hingga 87 persen dan ekspor Turki ke Rusia turun lebih dari 50 persen dalam semester I-2016 menjadi hanya 730 juta dollar AS.

Rusia memanfaatkan memburuknya hubungan Turki dengan Barat terkait upaya kudeta gagal terhadap Erdogan. Erdogan menuding Amerika Serikat dan Uni Eropa terlibat dalam upaya kudeta itu. Sebaliknya, Erdogan berterima kasih kepada Putin yang meneleponnya segera setelah kudeta gagal. "Bagi kami, itu sangat berarti secara psikologis," kata Erdogan.

Dalam jumpa pers bersama di Saint Petersburg, Erdogan menyatakan, perdagangan kedua negara akan meningkat hingga 100 miliar dollar AS per tahun. Untuk itu, upaya penerbangan langsung wisatawan dari Rusia ke Turki dan sebaliknya akan dipercepat. Rusia juga akan melanjutkan rencana pembangunan jaringan pipa gas alam dan pembangkit listrik nuklir di Akkuyu, Turki.

Dalam bidang politik, Turki telah meminta maaf terkait peristiwa penembakan pesawat jet Rusia. Pemerintah Rusia mengatakan, Pemerintah Turki telah menyampaikan bahwa insiden itu tidak disengaja.

Putin menyampaikan, Rusia dan Turki akan terus mencari solusi krisis di Suriah, yang kemungkinan akan mendekatkan perbedaan di antara kedua negara tersebut. Turki selama ini menghendaki Bashar al-Assad lengser dari kursi kepresidenan, sebaliknya Rusia ingin mempertahankannya.

Hanya sehari setelah pertemuan Erdogan dan Putin, seperti dinyatakan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, delegasi kementerian luar negeri, militer, dan intelijen bertolak ke Rusia. Mereka akan mencari solusi untuk disepakati bersama terkait konflik Suriah. Terkait Assad berbagai kemungkinan bisa terjadi, Turki bisa ikut Rusia atau sebaliknya.

Namun, kesepakatan apa pun yang dicapai, peta politik di kawasan Timur Tengah akan berubah mengingat hanya Iran, negara di kawasan tersebut, yang ingin tetap mempertahankan Assad. AS menghadapi kendala karena di dalam kelompok oposisi penentang Assad yang didukungnya terdapat kelompok yang berafiliasi dengan terorisme.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Rusia Mainkan "Kartu" Turki".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger