Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 16 September 2016

Kejahatan Korporasi (KHALISAH KHALID)

Komnas HAM baru saja meluncurkan hasil pemantauan terhadap kebakaran hutan dan lahan di Indonesia yang terjadi pada 2015.

Komnas menyimpulkan, penanganan pemerintah yang lambat membuat korban berjatuhan semakin besar. Komnas HAM sebagai lembaga HAM negara juga menilai negara telah gagal menjamin hak hidup, hak kesehatan, serta hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Komnas HAM dalam laporannya tentang kabut asap itu menyebutkan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia. Sesungguhnya lebih jauh, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan esensi dari kehidupan manusia yang berdaulat.

Esensi kehidupan manusia turut ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup yang baik sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 yang mengatur hak untuk hidup dalam Ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat secara tegas juga termaktub dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32/2009. Bahkan, dalam Konstitusi Pasal 28H menyatakan, hak fundamental tersebut sebagai hak konstitusional rakyat.

Kebakaran hutan dan lahan yang begitu hebat terjadi setidaknya tahun 2015. Eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam telah mengarah pada upaya pemusnahan sumber-sumber kehidupan manusia dan termasuk ekosistem di dalamnya. Penghilangan sumber-sumber kehidupan hingga penghilangan hak untuk hidup warga negara, baik generasi hari ini maupun generasi yang akan datang.

Di mana negara?

Sebagai hak konstitusional warga negara, peran dan tanggung jawab negara kemudian dipertanyakan. Sejauh mana upaya negara melindungi hak asasi warga negara, baik melalui kebijakan maupun regulasinya, termasuk implementasi kebijakannya.

Kewajiban bagi negara untuk melindungi hak-hak asasi warga negara dari serangan pihak ketiga dapat dilihat dari bentuk kebijakan atau regulasi yang bersifat lebih implementatif yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia warga negara.

Kontradiksi terjadi ketika fungsi dan peran negara justru bertentangan dengan produk kebijakan lain. Misalnya, kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang justru membuka ruang ancaman yang besar akan adanya pelanggaran HAM oleh pelaku bisnis terhadap warga negara.

Apa yang terjadi dalam kasus kebakaran hutan dan lahan menunjukkan bahwa negara bukan hanya melanggar HAM dalam konteks penanganan asap, tetapi juga negara telah gagal melindungi warga negara dari serangan investasi yang membakar hutan dan lahan, yang ujungnya menghilangkan hak untuk hidup.

Dalam konteks penegakan hukum, negara bahkan mengelak dari tanggung jawabnya untuk menindak korporasi yang menjadi pelaku pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Selama ini, penegakan hukum atas kejahatan lingkungan hidup ataupun kejahatan kemanusiaan masih jauh menjangkau pelaku dari aktor nonnegara, dalam hal ini korporasi ataupun lembaga pendanaan yang mendukung investasi yang membakar hutan dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia dari hulu hingga hilir. Padahal, fakta menunjukkan, titik api sebagian besar berada di wilayah konsesi korporasi dengan berbagai bentuk modus operandi yang dilakukan.

Kewajiban bisnis

Sidang ke-2 Inter-Governmental Working Group (IGWG) untuk kelanjutan proses pembentukan UN Treaty Binding for TNCs on Business and Human Rights berlangsung 24-28 Oktober 2016 di Geneva. Ini harusnya dapat menjadi momentum untuk terus menyuarakan bahwa kewajiban bisnis menghormati hak asasi manusia bersifat mengikat, bukan lagi atas dasar kesukarelaan.

Namun, yang mesti diingat, meskipun tanggung jawab yang hendak kita gugat dalam pelanggaran HAM ini adalah aktor di luar negara sebagai elemen pentingnya, tetaplah pengurus negara yang harus mengambil peran-peran kuat untuk mendesak tanggung jawab korporasi, lembaga keuangan internasional, dan aktor non-negara lain, seperti bank-bank yang selama ini mendukung pendanaan korporasi di industri ekstraktif. Menjadi penting untuk terus mendesak agar negara-negara mengambil tanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, terutama dari bisnis ekstraktif dan korporasi yang telah membakar hutan dan lahan gambut, memperburuk kualitas hidup manusia, menghancurkan kawasan ekosistem dan melanggar hak asasi manusia.

Negara lemah

Dari sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini, khususnya dalam hal penegakan hukum lingkungan yang jauh dari harapan publik, kita melihat negara bukan saja lemah mengambil peran-peran tersebut. Pemerintah justru tunduk di bawah kekuatan korporasi. Padahal, pelaku bisnis telah berupaya mengelak dari tanggung jawab dan memindahkan tanggung jawab atas kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang mereka lakukan kepada negara. Lagi-lagi, kasus kebakaran hutan dan lahan menjadi contoh paling nyata gagalnya negara jadi benteng hak asasi manusia.

Di tengah darurat kejahatan korporasi dengan sejumlah peristiwa yang terjadi belakangan ini, negara harus tetap mengambil peran aktif untuk menuntut tanggung jawab atas kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan aktor di luar negara, sebagai bagian dari tanggung jawab negara untuk menghormati (to respect), memenuhi (to fulfill), dan melindungi (to protect) hak asasi manusia, baik generasi hari ini maupun generasi mendatang.

Peran aktif yang dimaksud termasuk di dalamnya mengatur regulasi atau kebijakan yang dapat memastikan berkurangnya daya rusak yang akan mengancam lingkungan hidup dan kehidupan warga negaranya, khususnya terkait dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Presiden dituntut menjalankan kepemimpinan yang kuat dan memimpin langsung upaya perlindungan warga negara dari kejahatan korporasi.

KHALISAH KHALID, KEPALA DEPARTEMEN KAJIAN DAN PENGGALANGAN SUMBER DAYA WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA (WALHI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 September 2016, di halaman 7 dengan judul "Kejahatan Korporasi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger