Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 15 September 2016

Nilai Nol di Rapor Peserta Didik )RETNO LISTYARTI)

Mendapatkan nilai nol dalam ulangan atau tugas mungkin pernah dialami sebagian orang, tetapi memperoleh nilai nol (0) di rapor rasanya sulit dipercaya. Namun, kejadian ini dialami salah seorang siswi di SMA Negeri 4 Bandung.

Mencuatnya kasus ini ke publik tentu saja mengejutkan banyak pihak. Hal ini berpotensi menimbulkan keraguan masyarakat untuk memercayai nilai yang diberikan guru dan sekolah.

Meskipun pihak sekolahsudah mengklarifikasi di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa itu bukan nilai nol, melainkan kosong alias belum diisi, tetap saja faktanya di rapor tertulis "0" bukan dikosongkan. Ada kelalaian manajemen sekolah yang telah memberikan rapor bernilai nolyang sudah ditandatangani kepala sekolah dan wali kelas, bahkan lengkap dengan stempel sekolah, bukti bahwa pelayanan sekolah buruk.

Bukan kesalahan teknis

Dalam matematika, kita hanya mengenal bilangan nol, genap dan ganjil, tidak ada bilangan kosong. Artinya, secara defactodan dejure nilai rapor siswi tersebut adalah nol karena tidak mungkin rapor yang siap dibagikan nilainya dikosongkan.

Jika sekolah hanya berpijak padaalasan kesalahan teknis operasional pengolahan nilai, itu hanya melihat dari hasil akhir. Padahal, kesalahan teknis itu disebabkan oleh peristiwa yang mendahuluinya, sebagaimana dikemukakan orangtua korban di sejumlah media. Ada sebab-akibat mengapa sekolah sampai memberikan nilai nol di rapor. Inilah yang seharusnya didalami KPAI karena orangtua korban memercayakan penyelesaian kasusnya ke KPAI.

KPAI dalam pemeriksaan awal mengakui adanya unsur kelalaian sekolah yang secara implisit membuktikan buruknya pelayanan sekolah terhadap peserta didik. Pemberian nilai nol di rapor telah membuat korban malu, tidak percaya diri, dan depresi.

KPAI sejatinya tidak berhenti pada pengakuan sekolah yang menganggap pemberian nilai nol di rapor sebagai kesalahan teknis operasional semata. KPAI harus menggali peristiwa sebelum nilai rapor diberikan karena di situlah benang merah dari kekerasan psikis yang dialami korban. Bagaimana mungkin peristiwa pendahulunya selama berbulan-bulandiabaikansehingga publik harus percaya bahwa itu semata-matakarena kesalahan teknis tanpa ada latar belakang peristiwa yang mendahuluinya.

Ada indikasi bahwa guru Matematika, wakil kepala sekolah (bidang kurikulum), dan kepala sekolah telah lalai memerhatikan persoalan individu siswa yang sedang menderita sakit dengan diagnosis astigmat miop compositus ODS dan sikatrik kornea ODS, sebagaimana hasil pemeriksaan dokter mata Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.

Di balik kekurangan memiliki penyakit tertentu, sehingga berujung pada kecepatan dan kesempurnaan mengumpulkan tugas khususnya pada mata pelajaran Matematika kelompok peminatan, seharusnya bagian kurikulum dan kepala sekolah turun tangan. Hal ini melihat dan memerhatikan sisi kelebihan dan potensi si anak yang mendapat kepercayaan mewakili SMAN 4 Bandung dalam olimpiade biologi tingkat wilayah,sesuai Surat Keterangan Kepala Sekolah Nomor: 421.3/848-SMA.04/2016.

Pemberian nol dengan standar indikator melihat keaktifan siswa dari kecepatan mengumpulkan tugas akademik, sesungguhnya dalam hal ini guru baru menerapkan salah satu dari empat kompetensi guru, yaitu kompetensi profesional. Masih ada tiga kompetensi lagi yang wajib dimiliki guru, yaitu kompetensi sosial, pedagogik, dan kepribadian, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU No 14/2005.

Memberi nol dan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki, melengkapi, dan menyusulkan tugas yang belum sempurna—padahal situasi dan kondisi masih memungkinkan—dapat dikategorikan melanggar peraturan dan perundang-undangan sebagai berikut.

Pertama, guru tidak memahami dan salah tafsir Kurikulum 2013 yang mewajibkan memproses, menganalisis penilaian kepada siswa secara portofolio, dengan melihat dan memerhatikan siswa sebagai individu dan pribadi yang unik, berbeda dengan siswa lain. Keadaan siswa yang sedang menderita sakit dan perlu perawatan dokter dan memperjuangkan sekolah menjadi peserta olimpiade biologi seharusnya jadi indikator adanya pertimbangan fleksibel kemudahan dan rasa maklum pengumpulan tugasnya dapat disusulkan.

Kedua, kewajiban guru memiliki kompetensi dan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional telah diatur pada Pasal 8 UU Guru dan Dosen (UU No 14/2005). Ketidakmampuan guru menjalankan tuntutan kurikulum adalah persoalan besar, serius, dan jadi perhatian publik karena yang bersangkutan bukan saja melanggar UU Guru dan Dosen, melainkan juga nyata melanggar UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Ketiga, UU Sisdiknas Pasal 12 mengatur kewajiban sekolah memfasilitasi kebutuhan peserta didik demi tercapainya penyaluran minat, bakat, dan kemampuan. Tidak memberi kesempatan kepada siswa mengumpulkan tugas secara susulan sangat berpotensi mematikan kreativitas siswa.

Keempat, mematikan kreativitas siswa, pemberian nilai nol, dan menolak memberi kesempatan mengumpulkan tugas adalah faktor utama penyebab dan pendorong siswa diputuskan tidak naik kelas oleh SMAN 4 Bandung pada tahun pelajaran 2015/2016. Kesalahan proses pelayanan, sistem pengolahan nilai yang berdampak munculnya nilai nol yang berujung pada kesalahan mengambil keputusan tidak naik kelas bagi siswa adalah termasuk perbuatan melanggar hukum dan kode etik guru.

Lewat jalur pengadilan

Kelima, mengingat adanya bukti perlakuan kepada siswa yang didahului penolakan memberi kesempatan menyempurnakan tugas, adanya pemberian nilai nol, dan berakibat siswa tidak naik kelas, maka ditinjau dari hubungan sebab-akibat telah layak diselesaikan melalui proses hukum, yaitu pengadilan tata usaha negara, pidana, dan perdata. Tuntutan pelanggaran yang dapat diajukan di antaranya pelanggaran kewajiban menjalankan tugas profesi guru yang diatur Pasal 20, UU No 14/2005.

Keenam, memahami dan memaklumi siswa yang kurang berdaya karena sedang ditimpa penyakit dengan cara memberi kesempatan dan kemudahan mengumpulkan tugas secara menyusul adalah kebiasaan yang sudah lahir, terpelihara, dan hidup bertahun-tahun sehingga dapat diterima oleh bangsa Indonesia sebagai hukum tidak tertulis, nilai dan etika yang diakui oleh masyarakat. Acuan tersebut diatur Pasal 20 UU No 14/2005.

Ketujuh, mengacu padasurat edaran Direktur PSMA No 5182/D4/LK/2015 tentang Pemberlakuan Panduan Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan, maka kasus pemberian nilai nol di rapor siswi SMAN 4 Bandung pada mata pelajaran Matematika bukan hanya kesalahan guru, melainkan juga manajemen sekolah.Ketika ada siswa tidak memiliki nilai harian, guru bersangkutan seharusnyamenagih tugas ke siswa yang nilainya belum lengkap, bukan menyerahkan nilai nol di akhir tahun dengan alasan siswa tidak mengumpulkan.

Menurut ketentuan yang berlaku untuk penilaian dalam Kurikulum 2013, laporan pada hasil penilaian pendidikan pada akhir semester dan akhir tahun (rapor) ditetapkan dalam rapat dewan guru berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik dan hasil penilaian oleh satuan pendidikan. Ketika peserta didik hanya memiliki nilai UAS, maka sudah seharusnya sekolah mempertanyakan dan memeriksa guru yang tidak menyerahkan nilai harian anak. Sekolah harus menyelidiki mengapa guru bersangkutan tidak menjalankan tugas pokoknya melakukan penilaian harian selama satu semester, bukan malah membiarkan pemberian nilai nol di rapor.

Pemberian nilai nol kepada peserta didik oleh guru Matematika SMAN 4 Bandung ini sangat memprihatinkan dan telah mencemarkan nama baik guru Indonesia. Hal ini juga merupakan kemunduran dalam pendidikan nasional dan berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penilaian yang dilakukan guru dan sekolah. Hal ini sangat berbahaya bagi upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

RETNO LISTYARTI, PRAKTISI PENDIDIKAN DAN SEKJEN FEDERASI SERIKAT GURU INDONESIA (FSGI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 September 2016, di halaman 7 dengan judul "Nilai Nol di Rapor Peserta Didik".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger