Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 14 September 2016

Sikap Budaya Para Presiden (AGUS DERMAWAN T)

Pameran lukisan koleksi Istana Presiden, "17/71: Goresan Juang Kemerdekaan", di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, usai pada 30 Agustus lalu. Antusiasme publik luar biasa, di-"tonton" oleh sekitar 35.500 pengunjung.

Puluhan karya itu lantas dikembalikan ke "istana"-nya di sejumlah kota dengan diangkut mobil boks besar yang resik. Dalam perjalanan, mobil pembawa harta budaya tersebut dipandu polisi lalu lintas. Sementara di belakangnya, Brigade Mobil mengawal, dengan serdadu bersenjata. Penyelenggaraan pameran pun menjumbulkan junjungan. "Hadirnya penghormatan tinggi ini karena ada faktor Presiden Jokowi," kata budayawan Mudji Sutrisno SJ.

Pernyataan itu lalu menstimulasi pertanyaan substansial: sesungguhnya, bagaimana sikap kedekatan setiap presiden Indonesia (era sebelum Joko Widodo) terhadap koleksi Istana? Atau, bagaimana para presiden Indonesia menyikapi kelindan budaya Istana yang berada di hadapannya? Berikut adalah gambarannya.

Tempayan jiwa

Soekarno adalah presiden yang memulai pengoleksian seni untuk Istana. Namun, sesungguhnya Soekarno tak pernah mengatakan bahwa seni yang dipajang di Istana itu adalah milik Istana. "Itu milik saya," katanya. Iamengatakan bahwa negara tak punya duit untuk menghiasi Istana Kepresidenan, yang ada di Jakarta, Bogor, Cipanas, Yogyakarta, dan Tampaksiring. Karena itu, karya seni yang ia koleksi sejak zaman Jepang, ia hiaskan di semua Istana Kepresidenan.

Soekarno mengatakan bahwa eksistensi lukisan-lukisan itu bukan hanya aksesori, melainkan juga alat pemenuhan jiwa. Untuk dirinya sendiri, untuk para pengelola negara yang setiap kali datang ke Istana, untuk para tamu negara, serta rakyat Indonesia sebagai pemilik utama Istana.

Soekarno pun mengutip ungkapan Jawa tua: Jun yen lokak, kocak. Yen kebak, nonggak. Artinya, tempayan yang isinya sedikit akan koclak, jika berisi penuh, akan tenang, mantap berdiri bagai tonggak. Tempayan adalah ruang jiwa bangsa Indonesia, seni adalah isinya. Seni sebagai anak budaya akan memenuhkan tempayan jiwa bangsa.

Soekarno lengser dan Soeharto naik takhta. Soeharto menyadari bahwa dia "tidak mengerti" bagaimana cara memelihara seni dan mengolah budaya. Oleh karena itu, ia lantas menginstruksikan pembentukan institusi Sanggar Istana Presiden.

Sanggar yang lama diurus Adek Wahyuni Saptantinah ini menemukan kenyataan: banyak koleksi seni Soekarno raib dari Istana kala transisi Orde Lama ke Orde Baru dan amat banyak pula karya seni yang rusak. Namun, institusi ini tak berdaya melacak dan merestorasi lantaran anggaran untuk kebudayaan di Istana begitu cekak.

Pada era Soeharto berkuasa 32 tahun, koleksi seni—terutama lukisan—bertambah sekitar 1.000. Lukisan ini biasanya dibeli atas instruksi Kepala Rumah Tangga Kepresidenan, yang berganti setiap periode. Hampir semua koleksi era Soeharto untuk keperluan dekorasi walaupun tentu ada sederet karya yang menyimpan bobot artistik lebih dari sekadar hiasan.

Pada era ini pula lukisan Raden Saleh, "Penangkapan Diponegoro", dipulangkan ke Indonesia atas upaya Joop Ave, Sri Warso Wahono, dan Rachmat Ali setelah lebih dari seabad berada di Belanda. Menarik dicatat, pada era Soeharto, sejak pertengahan 1980-an, puluhan karya seni bertema telanjang dialienasi ke ruang khusus di Istana Bogor, atas saran budaya Ibu Tien, sehingga tak bisa ditonton publik umum.

Soeharto turun dan diganti BJ Habibie. Agak mengejutkan, Habibie ternyata tahu situasi koleksi benda budaya Istana. Ia lalu meminta agar koleksi era Soekarno dan Soeharto didokumentasi dalam buku besar.

Tahun 1999, draf buku sudah disusun, bahkan pra-dumi-nya sudah dibikin. Upacara "deklarasi" penerbitan buku pun sudah dilakukan di Istana, dengan dihadiri banyak seniman penyumbang lukisan. Namun, Habibie keburu lengser, diganti Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Dalam kekuasaan yang pendek, Gus Dur hanya sempat mereposisi pajangan koleksi benda seni di Istana, dengan koridor budaya Islami.

Museum budaya

Setelah itu, Megawati Soekarnoputri jadi presiden. Koleksi lukisan dan benda seni seluruh Istana dibenahi. Semua Istana ditata bak museum seni kebudayaan, dengan koleksi Sang Bapak sebagai primadona.

Pada tahun 2004 ia menerbitkan bukuRumah Bangsa-Istana-istana Presiden Republik Indonesia dan Koleksi Benda Seni. Buku ini diniatkan sebagai tanda bahwa koleksi Soekarno yang ada di seluruh Istana resmi dihibahkan kepada Istana Kepresidenan. Megawati juga menyiapkan buku budaya Istana,Singgasana Seni. Menurut rencana, buku tersebut diluncurkan pada 17 Agustus 2005. Belum tuntas, Megawati kalah pemilu.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun naik takhta. SBY menyadari kekuatan nilai koleksi seni Istana. Ia lalu meminta dilakukan uji petik: nominalisasi terhadap sekitar 2.600 lukisan, serta 13.300 keramik, patung, dan kriya koleksi Istana. SBY juga mengatakan bahwa Istana bukanlah ruang bagi para maestro saja, melainkan juga rumah budaya generasi dini.

Oleh karena itu, pada setiap Agustus 2006 sampai 2014 Presiden mengundang siswa sekolah dasar wakil dari 34 provinsi untuk berkompetisi seni (musik, puisi, lukis, dan batik) di kompleks Istana Kepresidenan. Untuk proyek ini, SBY menguluk tagline: "Membangun karakter bangsa dengan seni budaya".

Ketika Joko Widodo menjadi presiden, koleksi Istana ia giring untuk menghadap rakyat agar dikagumi seluruh rakyat. "Beginilah kehebatan koleksi budaya Istana," kata Joko Widodo. Pameran "17/71" kemarin akan dilengkapi buku besar yang berisi sepilihan koleksi Istana Kepresidenan. Dalam buku itu, Joko Widodo mencoretkan kata-kata: "Seni budaya memelihara nilai-nilai Indonesia."

Selama 71 tahun Indonesia merdeka, tujuh presiden berusaha beramanat budaya dengan segala jurus lewat Istana. Sayangnya, sebagian jurus budaya itu hanya didemonstrasikan pada sekitar 17 Agustus.

AGUS DERMAWAN T, KONSULTAN KOLEKSI BENDA SENI ISTANA KEPRESIDENAN

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 September 2016, di halaman 7 dengan judul "Sikap Budaya Para Presiden".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger