Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 21 September 2016

TAJUK RENCANA: Berharap Besar pada GNB dan PBB (Kompas)

Ada dua peristiwa menarik dalam pekan ini: berakhirnya KTT Gerakan Non-Blok di Ve- nezuela dan dimulainya Sidang Umum PBB di New York, AS.

Kedua peristiwa tersebut saling terkait. Dari Venezuela, gerakan yang terdiri atas 120 negara ini menyuarakan harapan terpeliharanya perdamaian dunia. Para pemimpin GNB juga mengirimkan pesan khusus kepada PBB. Mereka meminta PBB tidak hanya harus memperbarui diri, tetapi juga sebaiknya dibangun dari awal lagi, dengan memberikan perlakuan setara bagi semua negara.

Ini memang bukan harapan baru, tetapi tetap relevan untuk saat ini. Dengan jumlah anggota sebanyak 193 negara, PBB merupakan institusi paling besar dan paling berpengaruh di dunia. Namun, mekanisme organisasi ini berjalan timpang karena sebagian besar keputusan sangat bergantung pada negara-negara pemenang Perang Dunia II yang masuk dalam Dewan Keamanan PBB. Mereka adalah Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Perancis, yang memiliki hak veto.

Seperti kita ketahui, seberapa pun besar dukungan terhadap sebuah inisiatif, jika salah satu dari negara DK PBB tidak menyetujuinya—kebanyakan karena dilatarbelakangi pertimbangan politis—inisiatif itu tidak akan disetujui.

Pada saat dunia kini mengalami beragam krisis, mulai dari perang, kelaparan, bencana, kemiskinan, banjir pengungsi, hingga perubahan iklim, maka bisa dikatakan peran signifikan PBB akan banyak tergantung dari kemauan politik negara-negara yang tergabung di DK PBB.

Menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Sekjen PBB Ban Ki-moon, evaluasi terhadap pencapaian PBB dinilai masih jauh dari memuaskan. Banyak sudah kritik yang ditujukan kepada lembaga ini, mulai dari penilaian "lelet" dan tidak sigap sampai dianggap sebagai alat kepentingan segelintir negara besar. Namun, upaya mereformasi lembaga ini belum menunjukkan hasil.

Sebagai bahan renungan, kita juga perlu mempertanyakan seberapa jauh relevansi GNB dalam berkontribusi terhadap penyelesaian krisis di dunia saat ini. Venezuela yang akan menjadi pimpinan GNB selama tiga tahun ke depan, misalnya, nyatanya di dalam negeri sendiri menghadapi krisis sosial-ekonomi, bahkan politik yang parah, akibat jatuhnya harga minyak.

Kita berharap GNB, yang didirikan oleh sejumlah pemimpin dunia yang visioner, tidak larut dalam retorika "kejayaan" masa lalu. Persoalan yang dihadapi dunia saat ini tidak kalah besar dan kompleks. Ironisnya, berbagai krisis itu terjadi di sejumlah negara anggota GNB, seperti Suriah, Afganistan, Irak, dan Sudan.

Melalui PBB dan GNB, kita berharap tujuan perdamaian dunia dan tujuan kemanusiaan lain bisa nyata diwujudkan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Berharap Besar pada GNB dan PBB".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger