Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 21 September 2016

TAJUK RENCANA: Mematangkan Demokrasi (Kompas)

Pemilihan kepala daerah di 101 daerah di Indonesia, khususnya di Provinsi DKI Jakarta, adalah sebuah ikhtiar politik untuk terus mematangkan demokrasi.

Demokrasi Indonesia sebenarnya masih muda. Gerakan reformasi tahun 1998—delapan belas tahun lalu—telah menggantikan rezim otoritarian Orde Baru. Kematangan demokrasi, termasuk demokrasi lokal, di daerah akan ditentukan bagaimana sirkulasi elite kekuasaan bisa lancar. Bagaimana dalam proses pilkada berlangsung adu gagasan, adu konsep untuk membangun wilayah.

Memang dalam setiap pemilihan kepala daerah akan ada yang menang dan kalah. Kontestasi itu wajar dalam sistem politik demokrasi. Namun, yang juga harus menjadi pertimbangan utama dalam demokrasi adalah bagaimana proses untuk mendapat kepercayaan dari rakyat. Cara-cara demokratislah yang seharusnya ditempuh.

Kini, publik akan menyaksikan bagaimana demokrasi lokal dijalankan pada 15 Februari 2017. Jakarta adalah barometer politik nasional. Jakarta adalah ibu kota negara, pusat perekonomian, tempat semua perwakilan asing menempatkan perwakilannya. Wajarlah kalau Pilkada Jakarta lebih mempunyai daya tarik tersendiri karena besarnya panggung Jakarta itu sendiri.

Kita bersyukur tahap pilkada berjalan baik. Menjelang pendaftaran calon gubernur, 21-23 September, sudah mengerucut pada kandidat yang akan bertarung. PDI-P menjawab ketidakpastian dan memutuskan mengusung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Pasangan ini diusung PDI-P, Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Hanura yang mengontrol 52 kursi parlemen.

Masyarakat masih menunggu siapa yang menantang Basuki-Djarot. Menjadi tugas partai politik di Jakarta untuk mencari calon penantang Basuki-Djarot. Dengan syarat minimal 21 kursi DPRD, secara teoretis masih terbuka kemungkinan munculnya tiga calon gubernur.

Sejauh ini, baru Sandiaga Uno yang mempunyai partai politik pengusung, yakni Partai Gerindra yang mempunyai 15 kursi. Namun, Partai Gerindra masih harus berkoalisi dengan partai lain. Kita masih harus menunggu negosiasi elite partai untuk mencari penantang Basuki. Masih ada sejumlah nama, seperti Yusril Ihza Mahendra dan nama baru mantan Mendikbud Anies Baswedan.

Basuki harus mendapatkan lawan seimbang agar memudahkan warga Jakarta menentukan pilihan. Dalam pemilu ada pilihan, "lanjutkan" atau "perubahan". Jika petahana dinilai baik, opsi melanjutkan masa jabatan petahana bisa menjadi pilihan. Sebaliknya jika kinerja petahana dinilai buruk, opsi perubahan menjadi pilihan rasional. Juri itu adalah masyarakat Jakarta. Proses pilkada akan menentukan kematangan demokrasi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Mematangkan Demokrasi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger