Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 19 September 2016

TAJUK RENCANA: Menanti Langkah Irman (Kompas)

Penangkapan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap Ketua DPD Irman Gusman kian mempertontonkan betapa rapuhnya moralitas elite bangsa.

Dalam percakapan di media sosial sebagai ekspresi talking democracybangsa ini, banyak orang kaget dan tidak mengira sosok Irman yang terlihat santun dan retorikanya mengesankan anti korupsi terjerat operasi tangkap tangan KPK. Retorika kadang bisa berbeda dengan perbuatan.

Nilai kejujuran meredup di sebagian elite bangsa. Elite tak bisa lagi jadi panutan. Nilai kejujuran kadang malah bisa ditemukan pada orang-orang kecil seperti Mulyadi, petugas kebersihan di sebuah mal yang mengembalikan tas berisi uang Rp 100 juta yang ditemukan di toilet. Mulyadi mendapat pin kejujuran dari KPK beberapa waktu lalu.

Irman ditangkap bersama sejumlah pengusaha di rumah jabatannya. Penyidik KPK menyita Rp 100 juta di kamar Irman. Ada yang mempertanyakan bukti yang "hanya" Rp 100 juta dalam berbagai tafsirannya. Namun, dalam hukum, Rp 100 juta atau sekian miliar tetaplah sama sebagai suap yang tidak boleh diterima penyelenggara negara.

Biarlah hukum berjalan. Biarkan KPK membuktikan tuduhan. Biarkan Irman menghadapi tuduhan hukum yang melilitnya. Kita dorong KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran uang apakah hanya Rp 100 juta atau ada aliran lain kepada orang-orang dekat.

Reformasi Indonesia mencatat Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar masuk penjara karena memperdagangkan kewenangannya sebagai Ketua MK. Ketua DPR Setya Novanto mundur sebagai Ketua DPR karena isu "Papa Minta Saham". Kasus Setya berhenti. Setya kini memimpin Partai Golkar. Kini, Ketua DPD ditangkap atas tuduhan menerima suap.

Kita hargai langkah Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad dan GKR Hemas yang meminta maaf kepada masyarakat atas perilaku Irman. Farouk menambahkan, apa yang dilakukan Irman tidak berhubungan dengan DPD. "Kebetulan Irman pebisnis sehingga relasinya banyak," kata Farouk, Kompas, Minggu (18/9). Relasi pebisnis dan politisi harus jadi titik pembenahan karena berpotensi konflik kepentingan serta penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan.

Dalam posisi sekarang, lebih baik jika Irman mundur. Dalam posisi sebagai tahanan KPK dan tersangka, tak mungkin Irman bisa menjalankan fungsinya sebagai pemimpin DPD dan anggota DPD. Irman adalah anggota DPD pertama yang terjerat KPK. Terus merebaknya korupsi di negeri ini dan tren "memperdagangkan pengaruh" menguatkan apa yang dikatakan Lord Acton bahwa power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Menanti Langkah Irman".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger