Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 20 September 2016

TAJUK RENCANA: Mengawasi Kuota Impor (Kompas)

Tertangkapnya Ketua DPD Irman Gusman oleh KPK pada Sabtu pekan lalu tidak habis mengundang gugatan, mengapa korupsi tidak juga surut.

Kasus yang melibatkan Irman diduga merupakan suap dari pengusaha untuk mendapatkan hak distribusi gula impor dari Bulog. KPK masih akan melanjutkan pemeriksaan terhadap mereka yang diduga terlibat kasus suap tersebut. Namun, tersingkapnya kasus ini menimbulkan pertanyaan berikut, seberapa jauh elite politik dan kekuasaan dapat memengaruhi sebuah keputusan yang menguntungkan orang lain atau sekelompok orang.

Kasus yang melibatkan Ketua DPD itu mau tidak mau membuat berbunyinya alarm kewaspadaan menyangkut kebijakan pemerintah berkaitan dengan kuota impor yang diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN).

Kita tahu pemerintah memberikan izin kepada BUMN mengimpor produk yang dianggap strategis, antara lain pangan, karena ingin menjaga ketersediaan bahan pangan dan menstabilkan harga di dalam negeri. Dalam hal ini, Bulog mendapat tugas mengimpor gula.

Melalui pengaturan kuota impor melalui BUMN, pemerintah dapat mengawasi jumlah barang yang masuk dan mengontrol harga hingga di tingkat konsumen. Kuota impor adalah salah satu bagian dari penataan industri pangan dalam negeri agar lebih efisien.

Kita tahu bahwa penyimpangan akan terjadi ketika terjadi distorsi pasar. Harga gula impor di tingkat konsumen di dalam negeri saat ini jauh lebih tinggi daripada harga internasional. Selisih harga yang besar tersebut bisa disebabkan beberapa hal, salah satunya adalah margin pada biaya distribusi yang cukup besar.

Dari KPK kita mendengar bahwa Irman Gusman tersandung kasus korupsi yang berhubungan dengan permintaan rekomendasi bagi pengusaha untuk mendistribusi gula impor oleh Bulog.

Kelindan korupsi antara birokrasi, elite politik, dan pengusaha—bahkan pada era Orde Baru, termasuk tentara—sudah terjadi sejak kemerdekaan. Reformasi hampir dua puluh tahun lalu menggelorakan semangat mengikis korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran mengendurnya pemberantasan korupsi, terlihat dari korupsi yang terjadi dari pusat hingga daerah.

Ke depan, untuk memastikan masyarakat luas tidak dirugikan, kita menginginkan pemerintah mengambil peran lebih besar dalam menentukan harga komoditas impor dan biaya distribusi pangan, termasuk gula. Tidak boleh tersedia ruang untuk pemburu rente.

Hanya dengan kesadaran itu, tujuan pemberian kuota impor, yaitu menurunkan harga dan menjaga stabilitasnya, dapat tercapai.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Mengawasi Kuota Impor".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger