Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 22 September 2016

TAJUK RENCANA: Riset dan Kemajuan Bangsa (Kompas)

Dari dua diskusi terbatas yang diselenggarakan Kompas, kita mengikuti kondisi memprihatinkan dunia riset di Tanah Air.

Dengan anggaran 0,09 persen dari pendapatan domestik bruto—angka yang tak kunjung meningkat—membuat Indonesia tidak saja ketinggalan, tetapi juga semakin ketinggalan dari negara-negara industri.

Masalah minimnya dana riset memang sudah menjadi lagu lama tak berkesudahan. Di sisi lain, mengikuti dinamika penelitian ilmiah di sejumlah lembaga riset di Tanah Air, kita tidak menafikan adanya luaran riset yang tidak sedikit di antaranya bermutu.

Namun, harus diakui, bangsa Indonesia memang belum cakap untuk mengubah hasil penelitian ilmiah menjadi produk komersial. Hasil riset lalu berhenti dalam onggokan laporan hasil penelitian.

Sebagian menilai bahwa untuk berjaya, dunia riset perlu sosok pembawa bendera. Sebagian yang lain berpandangan, riset harus dibangun sebagai satu sistem, jangan mengandalkan sosok.

Hal lain yang bisa diangkat adalah apa topik yang diriset? Beberapa waktu lalu, Dewan Riset Nasional memasukkan antara lain soal pangan, energi, transportasi, teknologi informasi-komunikasi, pertahanan, dan material baru sebagai fokus. Tentu kita melihat betapa terus relevannya riset tentang pangan dan energi, kebutuhan pokok yang alih-alih semakin kita kuasai produksinya, kita justru tampak semakin kedodoran.

Kita yakin banyak peneliti Indonesia yang mampu menyelesaikan masalah pangan dan energi. Namun, di sini kita juga mempunyai masalah, yakni mentalitas. Sudah telanjur menjadi anggapan publik bahwa prinsip yang dianut adalah "kalau bisa dibeli, mengapa bikin sendiri".

Setelah membaca seri laporan harian ini tentang riset, kita ingin laporan itu menggugah para elite, pemangku kepentingan, dan presiden untuk turun tangan membela riset, menegaskan kembali komitmen bahwa Indonesia harus bangkit menekuni riset demi kejayaan bangsa.

Terus abai terhadap riset, khususnya riset iptek, meniscayakan Indonesia sebatas bangsa konsumen dan memperkaya bangsa produsen.

Sementara di negara maju, riset tidak hanya berhenti untuk membuat gawai dan mobil bagus, tetapi juga terus melaju untuk menghasilkan pangan secara efisien, obat-obatan yang makin ampuh, serta energi terbarukan yang akan membantu meringankan beban Sang Bumi. Bahkan lebih jauh dari itu, riset juga diarahkan untuk meneliti bintang-bintang jauh untuk menjawab pertanyaan apakah kita hanya sendirian di alam semesta.

Nirriset bisa dikatakan juga nirbudaya dan peradaban.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Riset dan Kemajuan Bangsa".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger