Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 17 Oktober 2016

Memidana Partai Politik (FAJAR KURNIANTO)

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo dalam pernyataannya di Gedung KPK (7/10) mengatakan, pelaku penyimpangan dana bantuan keuangan partai politik yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bisa dipidana.

Menurut dia, selain kepada perorangan, pemidanaan bisa dikenakan pada parpol. Pernyataan ini keluar berkaitan rencana ditingkatkannya dana bantuan negara atau subsidi untuk parpol.

Sejauh ini memang belum ada parpol yang dipidana karena kasus penyelewengan dana bantuan negara. Kebanyakan adalah pemidanaan terhadap anggota partai yang terlibat korupsi. Itu pun kebanyakan tidak berkaitan dana bantuan negara, tetapi dengan aliran dana ke parpol dari anggotanya yang melakukan praktik korupsi dalam proyek- proyek pemerintah. Karena itu, ketika seorang anggota parpol terkena kasus korupsi, parpol bersangkutan kerap menyatakan itu urusan pribadi, tak ada kaitan dengan parpol. Parpol seolah lepas tangan dan tidak bertanggung jawab atas kadernya.

Padahal, jika didalami lebih jauh, sulit diterima akal sehat bahwa parpol sebagai lembaga tidak terlibat, baik langsung maupun tak langsung. Jika diibaratkan, parpol itu semacam rumah dan para anggotanya adalah anggota di dalam rumah itu. Tiap-tiap anggota saling berinteraksi, berkomunikasi, dan tahu semua hal di rumah itu.

Anggota parpol adalah bagian dari parpol itu sendiri. Jika ada yang terkena kasus korupsi, ia hampir dipastikan tak sendirian. Ada teman-teman dari parpol yang sama yang turut serta. Kita tentu masih ingat ada parpol yang ketika bendaharanya terkena kasus korupsi teman-temannya yang merupakan petinggi parpol, bahkan ketuanya, ikut terseret kasus korupsi itu. 

Dengan demikian, sudah tidak tepat lagi mengatakan kasus korupsi kader parpol adalah masalah pribadi tanpa melibatkan lembaga parpol. Seperti halnya sebuah rumah yang menjadi tempat anggotanya berkumpul melakukan suatu tindak kriminal, rumah tersebut bisa disegel, demikian juga dengan parpol. Jika anggota-anggotanya merencanakan suatu tindak korupsi tidak hanya untuk memperkaya anggota, tetapi untuk kepentingan parpol, misalnya untuk pendanaan kampanye atau untuk mendanai kegiatan-kegiatan parpol, sudah selayaknya parpol dipidana, disegel, dan dibubarkan.

Selain berkilah bahwa korupsi anggota parpol adalah masalah pribadi, parpol juga sering kali beralasan: korupsi anggotanya disebabkan minimnya dana bantuan negara atau subsidi untuk parpol. Karena itu, parpol mengambil dana dari para anggotanya, terutama yang masuk di parlemen. Terkadang, itu belum cukup. Maka, mereka pun mencari- cari celah seperti membidik proyek-proyek pemerintah untuk menutupi kekurangan itu.

Kerap kali dalam proyek-proyek itu anggota parpol melakukan  mark upanggaran dan akhirnya terjerat kasus. Ironisnya, mereka yang melakukan itu sering merasa percaya diri karena parpolnya kemungkinan akan melindungi, membela, dan menyelamatkannya.

Seperti dikutip dari satu situs daring  (5 Januari 2013), anggota Komisi Keuangan DPR dari Fraksi Demokrat, Achsanul Qosasi, tak menampik fakta uang hasil kongkalikong anggaran di DPR masuk ke kas parpol. Dia menyebutkan, berdasarkan beberapa bukti kasus yang terjadi di parlemen, banyak indikasi pelanggaran. Itu  fund raising (pengumpulan dana) bagi partai politik, katanya. Ia juga menegaskan, tak ada partai yang (hanya) mengandalkan sumbangan kader atau pihak ketiga yang tidak mengikat. Itu omong kosong. Sementara sumbangan juga tak menutup biaya politik yang begitu tinggi, tuturnya.

Wajib diaudit BPK

Apakah penambahan dana bantuan negara untuk parpol bisa menjadi solusi meminimalisasi korupsi anggota parpol? Kalangan parpol mengiyakannya. Banyak pihak juga setuju. Hampir di semua negara di dunia, terutama negara demokrasi maju, kilah mereka, ada dana bantuan negara untuk parpol, dan dana itu cukup besar. Karena itu, kecil ditemukan kasus korupsi.

Tapi, ketika disinggung soal pemidanaan parpol jika terjadi penyelewengan dana itu, mereka seperti tidak setuju. Mereka tetap berkilah penyelewengan itu masalah pribadi, tidak terkait parpol. Parpol seperti mau untung sendiri, tidak mau menerima konsekuensi dari apa yang didapatkannya.

Kita setuju parpol sebagai pilar demokrasi perlu diberi dana bantuan oleh negara. Selain untuk memperkuat institusi parpol dan menjalankan program-program pendidikan politik, juga untuk membendung hasrat korupsi anggota parpol, terutama di parlemen. Namun, parpol harus menjamin tak ada penyelewengan dana tersebut dengan kesediaan mereka untuk melakukan transparansi keuangan parpol. Selain itu, mereka juga harus bersedia diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar terang benderang. Sejauh ini publik mencurigai parpol tidak transparan terhadap keuangannya. Parpol seperti menyembunyikan hal sebenarnya.

Regulasi tentang perlunya audit BPK, juga soal pengelolaan keuangan parpol secara transparan dan akuntabel, sudah ada. UU No 2/2011 tentang Partai Politik telah mengatur soal sumber dana, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan parpol. Di antaranya Pasal 34 yang menyebutkan sumber dana dan pengeluaran yang berasal dari APBN/APBD wajib diaudit BPK.

Selain itu, dalam Pasal 39 disebutkan soal pengelolaan keuangan parpol harus diselenggarakan secara transparan dan akuntabel, yaitu dengan dilakukannya audit dari akuntan publik dan diumumkan secara periodik. Dengan demikian, semestinya masyarakat luas  memiliki akses yang mudah untuk mengetahui pengelolaan keuangan dalam suatu parpol, mengingat sebagian dari sumber dana tersebut berasal dari APBN/APBD.

Jadi, masalahnya selama ini ada pada parpol itu sendiri, baik secara individu maupun lembaga. Secara individu, seperti tidak ada inisiatif kreatif dari anggotanya untuk menggalang dana lain di luar bantuan pemerintah, selain dengan meminta uang negara lebih besar lagi. Secara lembaga, kacau-balaunya manajemen keuangan parpol membuat parpol tidak transparan dan akuntabel terhadap pelaporan keuangannya. Jika persoalan ini tidak juga dituntaskan parpol, sebanyak apa pun dana bantuan negara untuk parpol, korupsi akan tetap terjadi. Maka, mau tidak mau parpol harus siap dipidana.

FAJAR KURNIANTO

Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Memidana Partai Politik".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger