Penolakan itu dilakukan rakyat Kolombia melalui referendum yang diselenggarakan pemerintah atas instruksi Presiden Juan Manuel Santos. Penolakan rakyat Kolombia itu di luar perkiraan, baik pemerintah maupun FARC. Kedua pihak yakin sepenuhnya pakta perdamaian akan diterima rakyat Kolombia karena itu mereka tidak mempersiapkan rencana cadangan. Hasil jajak pendapat pun sebagian besar meleset.
Sebanyak 50,21 persen di antara 37 persen rakyat yang berpartisipasi dalam referendum menolak pakta perdamaian, sisanya, 49,78 persen suara, menerima. Rakyat yang menolak pakta perdamaian itu adalah yang tinggal di wilayah perkotaan. Mereka tidak bersentuhan langsung dengan gerilyawan FARC sehingga mereka lebih kritis dalam melihat "keistimewaan" yang diberikan kepada FARC lewat pakta perdamaian itu.
Pakta perdamaian itu antara lain menetapkan FARC akan berubah bentuk menjadi partai politik dengan jaminan akan mendapatkan jatah kursi di Kongres Kolombia. Sebagai imbalan, 5.765 anggota FARC harus segera menyerahkan persenjataannya.
Sebagian besar rakyat yang tinggal di pedesaan, atau di pedalaman, menerima pakta perdamaian karena mereka mengalami, atau bahkan menjadi korban dari kekejaman gerilyawan FARC. Bagi mereka, berdamai dengan FARC merupakan langkah yang paling aman. Namun, tentunya tidak seluruh masyarakat bersikap seperti itu, ada pula yang masih dendam atas teror, pembunuhan massal, dan penyanderaan yang dilakukan FARC.
Baik pemerintah maupun FARC bereaksi positif terhadap hasil referendum itu. Pemerintah segera mengupayakan kembali perundingan baru dengan FARC. Pemimpin FARC Rodrigo Londono, yang lebih dikenal dengan nama Timoleon "Timochenko" Jimenez, melalui rekaman video dari Havana, Kuba, mengatakan, pihaknya tetap memegang komitmen gencatan senjata, dan bersedia "memperbaiki" pakta perdamaian yang telah ditolak rakyat Kolombia.
Disebut-sebut, dengan ditolaknya pakta perdamaian itu harapan Santos dan Londono untuk menjadi penerima penghargaan Nobel Perdamaian sirna. Namun, tercapainya perdamaian yang langgeng antara pemerintah dan gerilyawan FARC jauh lebih penting daripada menerima penghargaan Nobel Perdamaian itu. Nobel Perdamaian hanyalah ikutan dari tercapainya perdamaian itu sendiri.
Itu sebabnya, kita berharap kompromi-kompromi dapat dicapai di antara kedua belah pihak. Tanpa kompromi baru, pakta perdamaian itu akan sulit diterima rakyat Kolombia.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2016, di halaman 6 dengan judul "Kolombia Buka Negosiasi Baru".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar