Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 11 Februari 2017

TAJUK RENCANA: KTP Palsu Jelang Pilkada (Kompas)

Kantor Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta mendapati kiriman 36 lembar kartu tanda penduduk palsu. KTP itu dikirim dari Kamboja.

KTP elektronik palsu tersebut dalam satu paket dengan 32 kartu nomor pokok wajib pajak (NPWP), 1 buku tabungan, dan 1 kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Kasus itu masih diselidiki Polda Metro Jaya, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, serta Kantor Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Penyelidikan itu penting karena penemuan KTP palsu tersebut terjadi menjelang pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta.

Dugaan sementara, KTP palsu itu terkait dengan kejahatan siber, kejahatan perbankan, atau pencucian uang. Kemungkinan bukan terkait Pilkada DKI Jakarta yang pada 15 Februari ini digelar serentak bersama 100 daerah lain. Ini bisa dipahami karena 36 lembar KTP palsu, yang bisa diartikan satu KTP mewakili seorang pemilih, tak ada artinya dibandingkan jumlah pemilih terdaftar di Ibu Kota yang mencapai lebih dari 6,9 juta orang. Walau berapa pun, perbedaan jumlah pemilih akan sangat berarti saat bersengketa di Mahkamah Konstitusi terkait hasil pilkada.

Oleh karena itu, aparat harus menuntaskan temuan KTP palsu itu sehingga tidak berpotensi menimbulkan polemik dan persoalan terkait dengan Pilkada DKI Jakarta karena "pemilik" dokumen kependudukan itu beralamatkan di Ibu Kota. Penuntasan temuan KTP palsu itu juga akan memberikan perlindungan hukum bagi warga yang identitasnya dipalsukan, sekaligus menangkal terjadinya kerugian masyarakat sebagai akibat terjadinya tindak pidana.

Apalagi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, yang mengubah UU Nomor 23 Tahun 2006, tentang Administrasi Kependudukan menegaskan, KTP adalah identitas resmi kependudukan yang dikeluarkan oleh instansi negara yang ditetapkan. Tak sembarang orang atau lembaga bisa mengeluarkannya. Hanya warga negara Indonesia yang sah dan orang asing yang memiliki izin tinggal di Indonesia, dan sesuai dengan ketentuan UU, yang bisa memiliki KTP. Pelanggaran terhadap penerbitan dokumen kependudukan, termasuk KTP, bisa dipidana.

Dalam sejarah kependudukan di negeri ini, temuan KTP palsu sebenarnya tak hanya kali ini terjadi. Harian ini pun pernah melaporkan Polda Metro Jaya menangkap seorang tersangka pemalsu KTP DKI Jakarta yang beroperasi sejak tahun 1977. Dari tersangka disita 1.775 lembar blangko KTP asli dan 16 KTP asli tapi palsu (Kompas, 15 Oktober 1981). Tahun-tahun berikutnya pun ditemukan kasus KTP palsu yang sebagian besar dipakai untuk kejahatan. Temuan KTP palsu ini pun menunjukkan administrasi kependudukan di negara kita masih perlu pembenahan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "KTP Palsu Jelang Pilkada".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger