Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 02 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Sally Yates, Sang Pemberani (Kompas)

Kejutan lain datang dari Presiden AS Donald Trump. Ia memecat Jaksa Agung Sally Yates yang menolak untuk menjalankan perintah eksekutif.

Presiden Trump melarang masuknya warga dari tujuh negara yang mayoritas penduduknya Muslim, termasuk para pengungsi resmi dari Suriah.

Trump memecat Yates karena dianggap telah berkhianat terhadap keputusan hukum yang dirancang untuk melindungi warga AS. Sebaliknya, Yates menolak untuk menjalankan perintah presiden karena dianggap bertentangan dengan konstitusi, apalagi pertimbangan Trump dilakukan dengan alasan diskriminatif, yaitu agama.

Yang menarik, calon pengganti Yates adalah Jefferson Sessions yang saat ini masih menunggu konfirmasi dari Senat AS. Jeff Sessions, senator asal Alabama, adalah orang yang "menggiling" Yates dalam pencalonan sebagai jaksa agung pada 2015 di Senat mengenai independensi jaksa agung.

Intinya, Sessions menanyakan apakah jaksa agung bisa independen jika kebijakan presiden secara hukum tidak benar? Apakah jaksa agung bisa tetap imparsial jika presidennya keras kepala untuk mendesakkan kebijakannya? Yates menjawab bahwa kewajiban jaksa agung adalah tunduk pada konstitusi dan UU dengan memberikan nasihat hukum yang independen kepada presiden dan bersikap imparsial. Dan, itulah yang dilakukan Yates terhadap Trump.

Pemecatan Yates menandai periode turbulensi dalam politik AS. Belum sampai dua pekan Trump menjabat presiden, ia telah mengeluarkan serangkaian komentar dan kebijakan kontroversial, termasuk di antaranya perintah membangun tembok di perbatasan Meksiko.

Namun, kali ini rakyat AS tidak tinggal diam. Ribuan orang berbondong-bondong mendatangi bandara di sejumlah kota dengan membawa poster-poster bertuliskan dukungan bagi para pengungsi dan migran, juga penolakan terhadap kebijakan diskriminatif Trump.

Di New York, misalnya, sekitar 10.000 orang berdemonstrasi di tengah cuaca dingin dan hujan. Sementara di London, lebih dari 1,5 juta orang menandatangani petisi yang mendesak PM Inggris Theresa May untuk membatalkan rencana kunjungan kerja Trump ke Inggris.

Satu hal yang juga menjadi sorotan adalah karakter Trump yang terbiasa mengecilkan, menghina, dan mempermalukan orang yang berbeda pendapat dengan dirinya. Dalam surat pemecatan Yates, Trump menyebut Yates sebagai "pengkhianat". Pilihan kata yang sama sekali tidak mencerminkan kenegarawanan.

Pemecatan Yates juga membuat tanda tanya besar terhadap posisi jaksa agung yang baru kelak, apakah nanti ia bisa berkata "tidak" terhadap Trump? Dan, yang terpenting, apakah Trump bisa menghormati independensi penegakan hukum di AS?

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Sally Yates, Sang Pemberani".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger