Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 04 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Tak Cukup Hanya Retorika (Kompas)

Memberantas perdagangan narkotika tak cukup hanya mengandalkan retorika atau kata-kata, tetapi butuh tindakan keras, dan tegas!

Membaca berita utama harian Kompas, 3 Februari 2017, berjudul "Bisnis Narkoba Dikendalikan di 39 LP" mengingatkan kita pada sejumlah arsip harian Kompas. "Masalah Narkotika Harus Segera Ditangani Sebelum Tjapai Stadium Jang Serius", itu judul berita Kompas, 11 Oktober 1971. Pada Kompas, 2 November 1971, ditulis, "Presiden Memanggil Djaksa Agung, Soal Narkotika Telah Memasuki Tahap Serius". Kemudian, Kompas, 19 Januari 1972, menulis, "Indonesia Mendjadi Sasaran Sindikat Narkotik Internasional". Kompas, 27 Juni 2008, menulis, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto mengakui peredaran narkotika dilakukan dari penjara.

Yang diberitakan Kompas 40 tahun lalu masih saja terjadi sampai sekarang. Kisah pengendalian narkotika dari lembaga pemasyarakatan bukan kisah baru. Sudah banyak cerita lembaga pemasyarakatan menjadi pusat pengendalian bisnis narkotika, seperti dilakukan Freddy Budiman di LP Cipinang yang sudah dieksekusi.

Pertanyaannya, mengapa kondisinya tetap sama ? Tidak berubah menjadi lebih baik. Malah terasa kian buruk. Indonesia bukan lagi pasar, melainkan produsen narkotika. Situasi itu tak bisa dilepaskan dari realitas bahwa banyak orang hidup dari bisnis narkotika yang peredaran uangnya mencapai Rp 48 triliun per tahun. Tak bisa dimungkiri, banyak oknum aparat penegak hukum hidup dari bisnis itu. Kesaksian Freddy Budiman yang diceritakan Haris Azhar menggambarkan kenyataan itu. Sayang, hasil penyelidikan tim gabungan itu tak terdengar ceritanya lagi.

Pemimpin negara bisa saja beretorika bahwa Indonesia darurat narkotika, tetapi grasi terpidana narkotika diberikan juga. Ada inkonsistensi di sana. Ini semua hanyalah retorika tanpa aksi nyata. Kita dorong Presiden Joko Widodo membersihkan aparat yang bermain dalam bisnis narkotika. Mulailah dari yang kecil. Ketika telepon berkeliaran di penjara, pasti itu adalah pelanggaran. Pernyataan Kepala Badan Narkotika Nasional Budi Waseso bahwa dia tahu 72 jaringan narkotika internasional di 22 LP adalah pintu masuk untuk membersihkan aparat terkorupsi narkotika. BNN mengetahui lokasi percakapan telepon seluler di LP yang digunakan untuk mengendalikan narkotika. Jika mau, lebih mudah untuk menindaknya.

Benahi itu dulu! Langkah selanjutnya tiada lagi sikap kompromi terhadap bandar narkotika. Tak perlu ada grasi atau remisi. Selain hukuman keras, juga perlu diterapkan aturan pidana pencucian uang untuk bandar narkotika. Ikuti aliran uangnya dan sita asetnya. Langkah nyata dan keras perlu karena retorika tak cukup punya makna.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Tak Cukup Hanya Retorika".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger