Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 12 Maret 2017

TAJUK RENCANA: Melepaskan Ancaman Negara Gagal (Kompas)

Dia Zabuli beruntung. Bersama tiga orang lain, dia bersembunyi di satu ruangan saat sejumlah pria menyerang rumah sakit militer di Kabul, Afganistan.

Zabuli, yang berada di rumah sakit untuk mengobati kakinya yang terluka, selamat. Namun, sedikitnya 49 orang tewas dan 70 orang lainnya terluka dalam serangan bersenjata yang diklaim oleh kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) itu. Sepekan sebelumnya, dua serangan bom bunuh diri juga mengguncang Kabul. Sebanyak 23 orang tewas, termasuk relawan yang memberikan vaksin polio kepada anak-anak.

Dua insiden dalam sepekan di ibu kota itu memperlihatkan tantangan baru yang dihadapi pemerintahan Presiden Ashraf Ghani: serangan bersenjata dan bom bunuh diri bergeser dari wilayah pedalaman ke kota-kota. Selama 16 tahun perang Afganistan, pertempuran dan serangan bersenjata banyak terjadi di pedesaan, yang sulit dijangkau dan tidak banyak mendapat liputan media.

Kini perlawanan kelompok bersenjata, baik simpatisan NIIS, gerilyawan Taliban, dan kelompok suku, bergeser ke kota, seiring meningkatnya jumlah korban sipil. Menurut PBB, warga sipil yang menjadi korban serangan (2016) mencapai 11.418 orang; 3.500 orang di antaranya tewas.

Peningkatan serangan bersenjata di kota-kota ini jauh lebih dahsyat dampaknya. Kehancuran dan kematian terjadi di depan mata publik. Di Kabul saja korban warga sipil mendekati 100 orang bulan ini. Media sosial dengan jelas merekam reaksi warga, gabungan antara rasa takut, marah, dan frustrasi atas situasi yang terjadi.

Ancaman bagi warga sipil Afganistan terus meningkat. Tekanan internasional kepada NIIS di Irak dan Suriah bisa memicu serangan balasan dari para simpatisan di seluruh dunia. Afganistan, yang kacau-balau akibat pertempuran, adalah sasaran empuk. Belum lagi perlawanan kelompok Taliban yang selalu meningkatkan frekuensi serangan pada musim semi dan musim panas.

Upaya Kabul meminta dukungan internasional tidak akan mudah. Permintaan Pentagon untuk menambah pasukan Amerika Serikat di Afganistan belum mendapat tanggapan Gedung Putih. Tanpa bantuan internasional, korban militer Afganistan terus berjatuhan. Tanpa perlindungan militer yang kuat, warga sipil menjadi sasaran empuk dari kelompok bersenjata.

Posisi Afganistan dalam daftar Indeks Negara Rapuh, yang dikeluarkan lembaga pemikir AS Fund for Peace dan majalahForeign Policy, mulai membaik. Dari posisi ke-7 negara gagal tahun 2014, posisinya turun ke urutan ke-8 (2015) dan ke-9 (2016). Namun, dari 12 indikator yang diukur di bidang sosial, ekonomi, dan politik, masih banyak hal yang harus dilakukan Afganistan untuk melepaskan ancaman sebagai negara gagal. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menjaga keamanan warga negara dari ancaman serangan bersenjata di rumah mereka sendiri.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Melepaskan Ancaman Negara Gagal".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger