Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 02 Mei 2017

TAJUK RENCANA: Melawan Kehendak Rakyat (Kompas)

Langkah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengesahkan penggunaan hak angket untuk KPK menandakan DPR melawan kehendak rakyat.

Cara Fahri Hamzah dari Fraksi PKS mengetuk palu tanda disetujuinya hak angket DPR patut dipersoalkan. Fahri, tanpa menghiraukan interupsi sejumlah anggota DPR, langsung mengetukkan palu. Hak angket DPR untuk KPK disetujui DPR! Inilah angket pertama yang diloloskan DPR yang bisa dibaca publik sebagai upaya untuk melemahkan KPK! Pimpinan Fraksi PKS menganggap Fahri tak lagi mewakili PKS.

Harian Kompas mencatat ada 26 nama anggota DPR lintas fraksi yang menjadi inisiator angket. Ada sembilan dari 10 fraksi yang menandatangani penggunaan hak angket. Fraksi pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla tampak begitu dominan mengusung angket. Satu-satunya yang tidak menandatangani usulan angket adalah Fraksi Partai Demokrat. Inisiator paling banyak adalah dari Fraksi Golkar 10 anggota, Fraksi Partai Hanura 7 anggota, Fraksi PDI-P 2 anggota, Nasdem 2 anggota, PKB 1 anggota, PAN 1 anggota, PPP 1 anggota, PKS dan Gerindra 1 anggota.

Angket DPR dimaksudkan untuk memaksa KPK membuka rekaman pemeriksaan anggota DPR dari Fraksi Hanura Miryam Haryani dengan penyidik KPK. Pimpinan KPK tidak mau membuka rekaman pemeriksaan itu karena masih diperlukan untuk penyelidikan. Undang-undang pun melarang KPK membuka rekaman pemeriksaan. Miryam sendiri dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh KPK dan ditangkap polisi pada hari Senin, 1 Mei 2017.

Biarlah rakyat di daerah pemilihan menilai sendiri perilaku politik wakilnya di DPR. Setelah Fahri Hamzah meloloskan hak angket, sejumlah petisi rakyat dimunculkan di change.org. Virgo Sulianto Gohardi menggalang petisi untuk melawan hak angket DPR. Hingga Senin, 1 Mei, pukul 16.00, petisi sudah ditandatangani 2.888 pendukung.

KPK bukan tanpa kelemahan, tetapi menggunakan hak angket sebagai senjata pamungkas DPR untuk melakukan pengawasan jelas terlalu berlebihan dan tak punya alasan hukum. Itulah kenekatan politik yang dilakukan DPR. Sebagai lembaga independen, KPK bukan obyek yang bisa diselidiki dengan angket. KPK bukanlah pemerintah. KPK adalah lembaga penegak hukum yang bekerja berdasarkan undang-undang. Manuver angket oleh DPR sangat bisa dibaca adalah upaya menghalangi KPK mengungkap tuntas kasus pengadaan KTP elektronik yang melibatkan banyak anggota DPR. Sejumlah anggota DPR diduga menerima uang dari pengadaan KTP elektronik.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Melawan Kehendak Rakyat".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger