Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 17 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Indonesia Tak Boleh Lengah (Kompas)

Sudah banyak bukti kehadiran anggota Negara Islam di Irak dan Suriah di Indonesia, termasuk bom yang meledak di Kampung Melayu, Jakarta.

Apalagi ketika terjadi perang antara simpatisan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Marawi, Filipina selatan, dan militer Filipina, keberadaan sel NIIS di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Sampai kini, militer Filipina terus mengepung posisi kelompok Maute yang berafiliasi dengan NIIS dan sempat menguasai kota Marawi.

Kelompok Maute memiliki hubungan cukup erat dengan sel NIIS di Indonesia. Bahkan, salah satu pendirinya, Omarkhayam Romato Maute, menikah dengan warga Indonesia, Minhati Madrais. Omar juga pernah mengajar di sebuah institusi pendidikan di Bekasi, Jawa Barat.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan, aparat Indonesia sudah mengantisipasi kemungkinan rembesan simpatisan NIIS di Marawi masuk Indonesia. Dialog dengan masyarakat Sulawesi Utara yang berbatasan laut dengan Filipina, misalnya, terus dilakukan untuk membangun kesadaran akan ancaman terorisme.

Masalahnya, perilaku simpatisan atau sel teroris itu sulit dideteksi oleh masyarakat awam. Mereka rata-rata berperangai baik dan santun meski kadang tidak mau bergaul. Dalam bahasa Panglima TNI, mereka telah berbaur dengan masyarakat. Namun, ketika ada perintah apa pun dari pemimpin tertinggi NIIS, mereka akan mematuhinya.

Menteri Pertahanan (Menhan) Indonesia Ryamizard Ryacudu bertemu Menhan Malaysia dan Menhan Filipina guna membahas kerja sama untuk menanggulangi dampak Marawi. Rencana kerja sama trilateral di Laut Sulu mendapat perhatian utama.

"Kita harus buat sesuatu untuk keamanan ASEAN. (Kerja sama) Trilateral Indonesia-Malaysia-Filipina itu upaya proaktif kita," kata Menteri Pertahanan Malaysia YB Dato' Seri Hishammuddin Tun Hussein.

Apakah patroli bersama dapat menahan atau paling tidak mengurangi rembesan simpatisan NIIS dari Filipina selatan ke Indonesia dan Malaysia?

Soal efektivitas dipertanyakan karena selain banyak pelabuhan kecil di sepanjang pantai utara Sabah dan Serawak, Malaysia, juga banyak pulau kecil di antara Mindanao dan Indonesia. Belum lagi jika bicara asal dan besarnya pendanaan dari kerja sama tersebut. Untuk mengawasi sel NIIS di 16 wilayah saja, kita membutuhkan dana dan tenaga yang besar. Namun, membiarkan pantai dan pulau terbuka juga kurang bijaksana. Kita bisa memperkirakan segala kemungkinan sinergi kelompok Maute dengan sel tidur di Indonesia. Kelengahan sedikit saja bisa jadi pintu yang memungkinkan mereka berbuat sesuatu yang tidak kita kehendaki.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Indonesia Tak Boleh Lengah".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger