Diproyeksikan bakal ada 125 juta wisatawan China melancong ke luar negeri, separuhnya ke Asia. Presiden Jokowi optimistis target 20 juta wisatawan mancanegara ke Indonesia pada 2019 bisa tercapai. Dari jumlah itu, target ke Bali dipatok 12 juta.

Sebuah sumber pengorganisasi perkawinan di Bali menengarai wisatawan China yang merencanakan menikah di Bali mencapai 2.000 pasang setahun. Belum dari Rusia, Korea, dan Jepang yang memilih menikah di Bali ketimbang di Hawaii, karena dengan kondisi yang sama, biaya lebih murah. Artinya, Bali bakal semakin kebanjiran wisatawan.

Untuk target wisatawan sebanyak itu, daya dukung pariwisata Bali masih memerlukan jalan tol, rel kereta api, selain yang belum tertanggulangi: beban yang dipikul Bandara Ngurah Rai. Sekarang kunjungan wisatawan masih di bawah 10 juta setahun saja, tetapi Ngurah Rai sudah kewalahan, pesawat hampir selalu antre untuk lepas landas dan mendarat. Tak terelakkan Bali butuh bandara baru.

Diberitakan tahun ini sudah diputuskan studi kelayakan lokasi bandara baru di Kubutambahan, Buleleng, Bali utara. Lahan 2.100 ha, dua landasan, investor dari Kanada (Airport Kinesis Consulting), dan dana Rp 50 triliun.

Pada 28 Agustus lalu dilakukan upacara selamatan pembangunan bandara baru itu di Kubutambahan, Buleleng, oleh pihak PT BIBU, mitra investor Kanada. Bagi pemerintah, ini peluang. Namun, pembangunan bandara baru belum terealisasi karena menunggu Kementerian Perhubungan memberi putusan penetapan lokasi. Jangan sampai peluang yang Bali butuhkan ini terluput.

Handrawan NadesulJalan Metro Alam, Pondok Indah, Jakarta Selatan

 

Warga Indonesia di Bonn Dikecewakan

Ini kisah warga Indonesia di Bonn, Jerman, yang dikecewakan pihak penyelenggara acara (EO) Paviliun Indonesia dalam rangka Konferensi COP23 yang berlangsung 6-17 November lalu.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Djati Witjaksono Hadi, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang menyediakan waktu dan telinga mendengarkan keluhan warga Indonesia di Bonn.

Sebagai warga Indonesia, kami senang membantu kelancaran acara dalam kancah internasional ini. Sayang, kemeriahan itu dicemari sikap tak terpuji panitia persiapan dan EO di Paviliun Indonesia bernama ER. Kami yang membantu dengan bayaran diperlakukan tak manusiawi. Pemain angklung disuruh angkat barang, tak diberi makan/minum, dibentak karena ambil minuman di ruang EO.

ER datang ke rumah warga yang akan menyewakan untuk delegasi dan menyatakan lisan akan menyewa kamar. Tamu yang akan menginap tak datang, tetapi tak ada pernyataan membatalkan. ER melihat gedung apartemen, menyatakan kepada pemiliknya akan menyewa apartemen itu untuk 100 orang. Pemilik segera merenovasi dan membuat sekat-sekat untuk kamar semipermanen, lalu ER membatalkan pesanan lewat telepon begitu saja.

ER menyewa jasa pengemudi dan mobil sewaan, tetapi pengemudi harus mengeluarkan uang pribadi untuk menyewa mobil yang akan dipakai. Mobil sewaan yang seharusnya tak boleh dibawa ke luar negeri malah diminta membawa ibu-ibu belanja di factory outlet (FO) di Belanda. Ibu-ibu itu betah di FO sampai pengemudi terlambat mengembalikan mobil.

Yang mengenaskan, kelompok pemain angklung tak boleh makan tumpeng yang terhidang di meja. Katanya, untuk panitia. Lima menit kemudian tumpeng dan rendang itu dibuang ke tempat sampah di depan para pemain angklung itu.

Kisah ini kami ceritakan kepada Pak Djati. Ia tanggap dan menerima keluhan serta bersedia menjadi mediator kami dan ER agar ER berkesempatan meminta maaf secara pribadi. Namun, di hari yang sudah ditetapkan, ER tak datang dan tak memberi kabar langsung kepada kami, hanya melalui Djati. Menggantikan ER, datang U dan R.

ER tak menunjukkan itikad baik dengan tak datang ke janji pertemuan yang ditetapkan. Hati-hati memilih EO, apalagi untuk acara yang bawa nama negara.