Sangat wajar kalau Otoritas Palestina bereaksi keras terhadap keputusan Pemerintah AS itu. Dan, jika ancaman Palestina—membekukan kontak dengan AS—benar-benar dilaksanakan, ini merupakan pertanda awal bagi buramnya proses perdamaian Timur Tengah. Apalagi, proses perundingan perdamaian Israel-Palestina berhenti sejak 2014.

Memang, selama ini AS belum mengakui Palestina sebagai negara. Meski demikian, AS mengizinkan PLO membuka kantor perwakilan di Washington untuk menangani urusan resmi Palestina. Keberadaan kantor PLO tersebut sangat berarti tidak hanya bagi PLO, tetapi juga Palestina. Hal itu merupakan bentuk, secara tidak langsung, pengakuan AS terhadap Palestina. PLO selama ini diakui sebagai organisasi yang mewakili kepentingan Palestina. Mengakui PLO juga bisa diartikan sebagai mengakui Palestina.

Sebenarnyalah, keputusan Pemerintah AS untuk tidak memperpanjang izin operasi kantor PLO di Washington—meskipun masih ada peluang untuk beroperasi lagi jika Palestina dinilai oleh AS sudah menjalankan perundingan langsung dengan Israel—tidak begitu mengherankan. Sejak awal menjabat sebagai presiden, Donald Trump sudah menunjukkan sikap yang sangat pro-Israel. Ia, misalnya, menyatakan akan memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem.

Pemindahan kedubes dari Tel Aviv ke Jerusalem, kalau benar-benar dilakukan, akan sangat mencederai hati rakyat Palestina. Sebab, hingga kini Jerusalem masih tetap menjadi salah satu penghambat perdamaian. Bagaimana masa depan Jerusalem pun belum jelas: apakah akan dijadikan ibu kota bagi dua negara atau dijadikan kota internasional di bawah PBB, atau bagaimana.

Meskipun kemudian, Trump menunjukkan sikap yang berbeda lagi: meminta Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman baru. Akan tetapi, kini, dengan keputusan tidak memperpanjang izin operasi kantor PLO di Washington, sulit untuk memahami bagaimana sesungguhnya kebijakan Trump terhadap konflik Palestina-Israel. Apakah Trump benar-benar ingin melakukan seperti yang dikatakan, yakni menyelesaikan konflik Palestina-Israel, atau apakah sekadar "bicara" seperti yang selama ini terjadi?