"Sampah Sumbat Saluran". Begitu berita utama Kompas (26/11) halaman 10 yang melaporkan banjir mengepung Surabaya. Diduga penyebabnya adalah saluran air yang tersumbat oleh sampah yang menumpuk sehingga air meluap dan menggenangi jalan.
Sampah-sampah itu berupa karpet, plastik, dan daun. Temuan ini bukan hal baru. Berita yang sama pernah muncul mengenai Sungai Citarum yang disebut sebagai sungai paling tercemar di dunia.
Pada musim hujan yang baru ini, berturut-turut banjir sudah melanda Garut dan Palangkaraya. Selain disebabkan limbah industri dan erosi pendangkalan sungai, penyebab banjir adalah sampah yang dibuang seenaknya. Sungai Cikapundung yang kotor menyebabkan Bandung, yang sebelumnya dijuluki "Kota Kembang", kini menjadi langganan banjir. DKI dan kota-kota sekitarnya, yang sebelumnya aman, kini mulai kena banjir.
Melihat hal ini, saya kira sudah waktunya pemda di mana saja bertindak tegas. Berilah sanksi kepada siapa yang tertangkap tangan membuang sampah ke selokan atau sungai karena merupakan perbuatan manusia tak bertanggung jawab yang jelas-jelas merugikan orang banyak.
Saya usul aparat kelurahan diberi tanggung jawab menjaga selokan di wilayah masing-masing agar air mengalir dan bersih dari sampak plastik. Beri sanksi kepada lurah yang wilayahnya kena banjir.
Sudah waktunya kita tegas mendidik warga, termasuk anak-anak sekolah, yang seenaknya membuang sampah plastik. Berita mengenai ditemukannya sampah plastik dalam perut ikan hiu dan paus baru-baru ini membuktikan situasi sudah gawat. Berikan sanksi sejak kini! Tunggu apa lagi?
Renville Almatsier, Jalan KH Dewantara 36, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten
Tanggapan PLN
Menanggapi surat Bapak N Dicky Sumarsono di Kompas edisi20 November lalu, dengan ini kami sampaikan bahwa pejabat PLN dari Rayon Surakarta Kota telah mengunjungi pelanggan tersebut untuk menyampaikan permohonan maaf dan penjelasan mengenai keluhan yang disampaikan dalam surat tersebut.
Pelanggan dapat memahami penjelasan kami.
Dengan demikian, surat keluhan pelanggan tersebut telah kami tindak lanjuti.
Demikian disampaikan. Atas perhatian Redaksi, kami ucapkan terima kasih.
Audi Royke Damal, Humas PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
Transaksi Nontunai
Saya bermaksud mengingatkan para pengambil keputusan soal kebijakan transaksi nontunai tol dan tentang Jagorawi.
Negara kita masih perlu mengutamakan usaha padat karya untuk memberi lapangan kerja kepada begitu banyaknya rakyat dan angkatan kerja. Kebijakan transaksi nontunai di jalan tol—bisa diartikan menuju fully automated system—pada akhirnya akan mengurangi ratusan mungkin ribuan penjaga gardu tol (walau tanpa pemutusan hubungan kerja) dan yang utama adalah menutup ribuan peluang kesempatan kerja bagi para calon tenaga kerja selanjutnya.
Seharusnya, semakin banyak jalan tol dibuka, semakin banyak pula tenaga kerja yang diserap.
Pemerintah cq Jasa Marga bisa memberikan alternatif bagi pengguna tol untuk cara pembayaran dengan konsekuensi, alih-alih mengharuskan pembayaran nontunai secara menyeluruh. Biarkan masyarakat memilih untuk membayar tunai dengan harga penuh atau membayar nontunai dengan harga khusus yang lebih murah.
Keengganan masyarakat terhadap kebijakan Jasa Marga telah menimbulkan masalah. Yang kami alami adalah kebijakan atas tarif tol Jagorawi, terutama ruas Bogor-Ciawi PP, yang semula Rp 1.000 menjadi Rp 6.500, ditambah kewajiban pembayaran nontunai, membuat pengemudi enggan menggunakan jalan tol.
Dampaknya, Jalan Raya Tajur menjadi macet luar biasa, mengakibatkan pemborosan BBM dan waktu. Kita sama-sama tahu, Jalan Tol Jagorawi sebagai tol pertama di Indonesia sudah jauh melewati masa break even point (BEP).
Besar harapan kami, Jasa Marga sebagai BUMN yang merepresentasikan pemerintah dapat membuat kebijakan yang dikaji lebih dalam sebelum diterapkan, bukan hanya dari sisi teknis, melainkan juga dari sisi sosial dan lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar