TOTO SIHONO

credit="TOTO SIHONO

Klaim kuno bahwa kesejahteraan negara-bangsa ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam sudah lama dikoreksi, bahkan ditinggalkan.

Sumber daya alam (SDA) yang melimpah dalam wujud tanah yang subur, laut lepas yang menyimpan beragam material dan kekayaan hayati, belantara hutan yang rimbun, aneka pertambangan (energi, mineral, emas) hanya akan memberi manfaat maksimal apabila diolah oleh manusia-manusia unggul yang memiliki pengetahuan, punya keahlian, dan menguasai teknologi.

Diyakini, faktor determinan adalah pembangunan manusia yang diarahkan untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas, dan kompetensi, yang ditandai oleh tiga hal pokok yang saling berkaitan: literasi, tingkat pendidikan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia-manusia unggul dengan kemampuan literasi yang tinggi, pendidikan yang berkualitas, dan penguasaan iptek yang mumpuni akan menentukan keberhasilan dalam pengelolaan sumber daya alam secara efisien.

Di era modern, kisah sukses negara yang terbatas SDA-nya, tetapi mampu meraih pencapaian gemilang dalam pembangunan ekonomi adalah Jepang, disusul Korea Selatan. Para ahli ekonomi menulis, kedua negara Asia Timur ini berhasil dalam pembangunan ekonomi bertumpu pada kekuatan modal manusia unggul, bukan sumber daya natural atau sumber daya finansial.

Penduduk dengan pendidikan memadai-sekolah menengah sampai perguruan tinggi, yang membentuk critical mass-menjadi pilar penting untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi. Penduduk yang berkualitas adalah modal dasar pembangunan yang tak ternilai untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Kemajuan ekonomi yang dicapai Jepang dan Korea Selatan serta tingkat kesejahteraan rakyatnya jelas tecermin pada pendapatan per kapita nasional, masing-masing 22.450 dollar AS dan 14.750 dollar AS per tahun.

Ada pula negara yang kaya SDA, tetapi gagal mengonversinya menjadi modal pembangunan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Afghanistan dan Pakistan, dua bangsa Asia Selatan, adalah contoh negara yang tak mampu mengelola manusia-manusia unggul yang dimiliki untuk kepentingan membangun negara dan memajukan bangsa.

Afghanistan dan Pakistan sejatinya punya banyak orang bertalenta yang mampu mengembangkan dan menguasai iptek, yang dapat dimanfaatkan untuk mengeksplorasi kekayaan SDA. Namun, pertikaian sosial dan konflik politik (sektarian, global) di kedua negara menjadi penghalang dalam upaya mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Kelangkaan modal manusia yang menguasai iptek dengan kemahiran dan keterampilan tinggi merupakan kendala utama bagi Afghanistan dan Pakistan untuk dapat berkembang menjadi negara maju, makmur, dan sejahtera. Dari berbagai laporan studi dan survei (HDR, Bank Dunia), kedua negara tergolong negara berpendapatan rendah dengan tingkat kesejahteraan rendah, tecermin pada pendapatan per kapita nasional, masing-masing 1.470 dollar AS dan 1.900 dollar AS per tahun.

Makna literasi

Salah satu ukuran keberhasilan membangun pendidikan yang melahirkan SDM berkualitas adalah kemampuan literasi penduduk. Literasi harus dimaknai melampaui pengertian konvensionalnya, lebih dari sekadar kemampuan membaca dan menulis semata. Literasi adalah bentuk kecerdasan kognitif, buah dari proses pendidikan yang panjang, termanifestasi pada kemampuan memahami, mencerna, dan menganalisis suatu teks dan konsep, kemudian diterjemahkan ke tindakan praktis.

Dengan kemampuan literasi yang tinggi, seseorang akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial. Literasi sangat menentukan tingkat adaptabilitas seseorang ketika masuk ke pasar kerja sehingga ia dapat bekerja dengan baik, yang tecermin dari produktivitas yang tinggi. Literasi dan tingkat pendidikan merupakan hal pokok dalam pembangunan manusia, yang menjadi modal utama pembangunan ekonomi.

Tesis pokok yang selalu dirujuk para penganut teori pembangunan manusia (human development theories) adalah pembangunan modal manusia, pengetahuan, dan keterampilan berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Kemampuan literasi, sebagai bagian dari modal manusia, adalah salah satu kontributor utama pertumbuhan. Penduduk yang memiliki kemampuan literasi yang baik berpeluang besar sukses di pasar kerja.

Ahli ekonomi ketenagakerjaan, David Green & Craig Riddell (2011), mengidentifikasi pengaruh positif literasi terhadap pembangunan ekonomi: (i) membantu meningkatkan keterampilan teknikal tenaga kerja (memahami pekerjaan, membaca manual); (ii) mengasah kepekaan dan tanggung jawab; (iii) mengembangkan metode produksi dan distribusi yang lebih efisien dan efektif; (iv) meningkatkan kemampuan mengalokasikan sumber daya secara baik dan bijak; (v) berkontribusi pada penurunan pengangguran sehingga inflasi dapat terkontrol; (vi) mengembangkan aneka kecakapan sosial: komunikasi, negosiasi, kerja kelompok, relasi sosial.

Literasi dan pendidikan dapat mengembangkan keterampilan komunikasi dan kelenturan pergaulan sosial dalam pekerjaan. Relasi sosial yang baik sangat penting di dunia kerja untuk menciptakan "hubungan industrial" yang harmonis antara pekerja dan pemilik modal. Apabila ekosistem dunia kerja terbangun baik dan kondusif, potensi konflik yang menghambat produktivitas dapat dicegah sejak dini.

Literasi dan pendapatan

Para ahli melukiskan kaitan literasi dan pembangunan ekonomi menggunakan frasa endless companionship, seperti hubungan permanen antarfaktor produksi yang menentukan kinerja perekonomian. Berbagai kajian ilmiah menunjukkan, literasi memiliki sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi dan pertumbuhan dalam konteks produktivitas tenaga kerja, yang tecermin pada dua kecakapan: literal skills dan numerical skills.

Literasi juga mampu meningkatkan daya saing ekonomi, terutama memperkuat kapabilitas angkatan kerja dan mengembangkan kompetensi profesional. Literasi juga dapat menciptakan iklim persaingan yang sehat di antara pelaku industri dan sektor-sektor produksi sehingga pelaku ekonomi lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk inovatif dengan merespons selera dan kebutuhan pasar.

Selain itu, literasi dapat mengasah dan meningkatkan aneka keterampilan dan kemahiran sehingga membuat tenaga kerja dapat bekerja lebih efisien. Secara ringkas, pengaruh literasi pada pembangunan ekonomi dan kesejahteraan dapat dilihat melalui beberapa ukuran, antara lain, PDB, standar kualitas hidup, dan pendapatan per kapita.

Sebagian besar hasil kajian merujuk pada pengalaman negara-negara maju yang tergabung dalam OECD. Sebagai referensi, kajian kuantitatif yang dibuat Canadian Statistics Catalogue (Nomor 89-552-MIE2001008), Literacy, Numeracy and Labour Market Outcomes in Canada, menunjukkan bahwa skor literasi berbanding lurus dengan rata-rata pendapatan per tahun.

Penduduk dengan skor literasi 1 memiliki rata-rata pendapatan per tahun hanya sebesar 19.000 dollar AS. Sementara penduduk dengan skor literasi 4 atau 5 memiliki rata-rata pendapatan per tahun jauh lebih besar, yaitu 35.000 dollar AS.

Namun, kajian ilmiah mengenai hubungan literasi dan pembangunan ekonomi di Indonesia masih langka. Kita perlu mengetahui bagaimana masyarakat dengan kecakapan literasi tinggi (literate society) berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Kita perlu kajian tingkat mikro yang melihat literal skills dan numerical skillspada penduduk bekerja, dikaitkan dengan tingkat produktivitas yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kajian ilmiah ini sangat penting dilakukan sebagai basis untuk berinvestasi di bidang pembangunan manusia. Keberhasilan membangun negara-bangsa sangat tergantung pada modal manusia yang menjadi kekuatan penggerak dalam mengeksplorasi kekayaan alam yang melimpah.

Amich Alhumami