Krisis kesehatan di Agats, Asmat, Papua, yang mengakibatkan 67 anak-anak meninggal karena berbagai penyakit, merupakan ujian bagi implementasi Pancasila.

Anggota tim Keuskupan Asmat bekerja sama dengan Pemprov Papua membantu warga Kampung Aou, Distrik Pulau Tiga, Kabupaten Asmat, Papua, Jumat (19/1).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Anggota tim Keuskupan Asmat bekerja sama dengan Pemprov Papua membantu warga Kampung Aou, Distrik Pulau Tiga, Kabupaten Asmat, Papua, Jumat (19/1).

Menurut laporan harian ini, sejak pekan lalu, bencana kesehatan di Agats, Kabupaten Asmat, Papua, merupakan tragedi kemanusiaan. Upaya evakuasi terhadap anak-anak yang terkena gizi buruk, tuberkulosis, dan penyakit lain terus dilakukan tim kemanusiaan dari TNI dan Polri dan petugas dinas kesehatan ke Rumah Sakit Agats. Akibatnya, Rumah Sakit Agats tidak mampu menampung. Halaman tempat ibadah pun digunakan sebagai tempat perawatan.

Solidaritas sosial untuk membantu Asmat mulai bergema. Elemen-elemen masyarakat, sejumlah pengusaha, mulai menyisihkan dananya untuk membantu saudara-saudara kita di Asmat. Bantuan mengalir ke Asmat. Situasi ini menandakan Asmat tidak sendiri. Dipelopori Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, bantuan terus mengalir ke Asmat. Risma adalah sosok pemimpin yang rasa kemanusiaannya melintasi teritorial, melintasi urusan administrasi yang kadang membelenggu kita.

Bencana di Asmat sungguh merupakan ujian bagi Pancasila. Pancasila tidak cukup diklaim sebagai "Saya Pancasila", tetapi bagaimana nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan itu dipraktikkan dalam situasi nyata sehari-hari. Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara penting, bahkan amat penting, tetapi realisasi dari nilai-nilai Pancasila juga tidak kalah penting.

Pancasila harus menjadi ideologi yang bekerja (working ideology) untuk mencapai tujuan negara. Tujuan negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut menjaga perdamaian dunia. Sudah sesuaikah nilai Pancasila dengan situasi di Asmat? Rasanya, mungkin masih sangat jauh.

Tragedi Asmat jelas mengguncang nurani kemanusiaan kita, mengguncang rasa persatuan kita sebagai bangsa, dan mengusik nilai keadilan sosial kita, sesama manusia Indonesia. Ketika para elite di Jakarta pamer harta di media sosial, saudara-saudara kita justru "memamerkan" derita. Dan, nun jauh di Belanda, para mahasiswa Indonesia menggalang dana untuk disumbangkan ke Asmat. Sebuah solidaritas global yang coba digalang. Tragedi di Asmat mulai menarik perhatian internasional. Ini yang harus dicermati.

Evaluasi terhadap strategi pembangunan di Papua rasanya perlu dilakukan. Dana alokasi khusus Papua cukup besar, tetapi mengapa fasilitas pendidikan dan kesehatan masih tertinggal. Dana alokasi khusus dan dana tambahan mencapai Rp 8,2 triliun. Sebanyak Rp 5,58 triliun dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan. Peran Gubernur Papua patut dipertanyakan. Konsentrasi Presiden Joko Widodo membangun infrastruktur jalan patut disambut baik, tetapi pembangunan kesehatan dan lingkungan patut menjadi perhatian juga.