Saran untuk Presiden Jokowi
Berikut ini saran untuk Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Pertama, anak-anak atau siapa pun yang tidak bisa menjawab soal tidak usah diberi hadiah sepeda.
Kedua, tidak semua partai yang ingin bergabung/berkoalisi dengan pemerintah diterima, apalagi bahwa ketua partainya terlibat masalah hukum.
Ketiga, rampingkan jumlah menteri di Kabinet Kerja, Kerja, dan Kerja. Jika menteri tidak ada kerjaan, pecat!
Keempat, ingatkan kementerian terkait bahwa jalan tol itu ada masa pakainya. Jika sudah jatuh tempo, untuk selanjutnya jalan gratis dilewati rakyat.
Kelima, sudah saatnya pemerintah mengumumkan secara resmi di acara 17 Agustus nama-nama siapa saja yang termasuk putra terbaik bangsa (bukan pahlawan yang memanggul senjata). Misal, seniman dan ilmuwan.
Pandu Syaiful Pandu
Perum Cendana, Pekanbaru
Ketika Kebijakan PLN Menyetrum
Kami "kesetrum" ketika berhadapan dengan petugas PLN yang memvonis kami membayar denda fantastis ratusan juta rupiah. Singkat cerita, alat meter di klinik kami di Bekasi me- ngeluarkan percikan api dan asap. Kami segera memberi tahu PLN (123) untuk memperbaiki kerusakan itu.
Kerja petugas PLN yang datang tidak tuntas. Beberapa hari kemudian meteran listrik kami kembali mengeluarkan percikan api dan asap. Dalam kepanikan, kami menelepon subkontraktor PLN yang pernah membetulkan masalah listrik kami karena menelepon PLN (123) sebelumnya tak memecahkan masalah. Sejak itu meteran kami tak lagi mengeluarkan asap dan percikan api.
Beberapa bulan kemudian petugas PLN datang dan menu- duh subkontraktor PLN curang. Kami selalu membayar dengan autodebet, jadi tak terlalu rinci memperhatikan, apalagi membanding-bandingkan, jumlah ta- gihan per bulan. Tanpa peri- ngatan awal, kami diminta datang menjelaskan masalah itu.
Kami datang dan menjelaskan kejadian kepada para petugas PLN di Pondok Gede, Bekasi. Mereka tak mau menerima apa pun penjelasan kami dan memandang kami—dokter dan perawat dengan lebih dari 30 tahun pengalaman kerja—bagai maling, bahkan mengancam akan segera memutus aliran listrik jika kami tak mau memba- yar denda ratusan juta rupiah.
Kami diminta membayar uang muka hari itu juga dan harus membayar denda dengan mencicil tiga kali. Jika tidak, listrik diputus, sedangkan kami adalah klinik kesehatan dengan ribuan pasien BPJS.
Fakta bahwa kami klinik yang telah beroperasi dan membayar tagihan listrik tanpa terlambat dan bermasalah sebelumnya sejak 1986 tak dihiraukan. Di kantor PLN itu kami disengat hingga bertekuk lutut menerima "kebijakan" PLN.
Pada dasarnya kami tentu bersedia membayar denda yang masuk akal atas kelalaian kami karena menghubungi subkontraktor PLN dan bukan PLN (123) langsung.
Akan tetapi, jika kelalaian tersebut harus diganjar ratusan juta rupiah, kami betul-betul tak habis pikir. Apakah ini yang disebut dengan kebijakan atau setruman?
Wirda Saleh
Jakasampurna, Bekasi Barat,
Bekasi, Jawa Barat
DPR Bangun Imunitas
Imun berarti 'kebal'. Dewan Perwakilan Rakyat membuat undang-undang agar mereka kebal hukum. Itulah yang terjadi dengan UU tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3).
Saya hanya punya pemikiran sederhana.
Pertama, tanpa 257 juta rakyat Indonesia, tidak mungkin ada 560 anggota DPR Republik Indonesia.
Jadi, DPR adalah produk rakyat dan tentu saja menginduk pada rakyat.
Kedua, menurut riwayat ada seorang negarawan yang terpilih berkata kepada rakyat, "Kalau aku berbuat salah, tegurlah!" Itu berarti, negarawan tersebut mengunggulkan kekuasaan rakyat.
Ketiga, jika pemimpin atau politikus kebal hukum, rusaklah negara.
Tuhan maha pemberi petunjuk.
Titi Supratignyo
Pondok Kacang Barat, Pondok Aren,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar