AFP PHOTO / ALI DIA

Tentara Lebanon memeriksa puing-puing rudal permukaan ke udara yang jatuh di Desa Hebarieh, Lebanon selatan, Kamis (10/5/2018). Sebuah lembaga pemantau perang melaporkan, puluhan roket ditembakkan dari Suriah ke Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel, malam sebelumnya.

Serangan militer Israel yang menyasar posisi Iran di Suriah kian masif. Konfrontasi ini terjadi dua hari setelah AS mundur dari kesepakatan nuklir Iran 2015.

Seperti kita baca di harian ini, Israel mengerahkan 28 pesawat tempur F-16 dan F-15 yang menembakkan sedikitnya 60 rudal ke sekitar 50 sasaran instalasi militer Iran di Suriah. Pada serangan Kamis itu, Israel juga menembakkan 10 rudal balistik dari darat ke darat ke berbagai sasaran militer Iran itu.

Aksi Israel itu sebagai balasan atas serangan rudal Iran atas sasaran militer Israel di Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diduduki Israel pada perang Arab-Israel tahun 1967. Eskalasi serangan Iran-Israel terjadi beberapa jam setelah PM Israel Benjamin Netanyahu bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa, Rabu.

Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan penghentian semua tindakan bermusuhan di Timur Tengah, meminta Dewan Keamanan PBB aktif membahas masalah ini dan ikut bertanggung jawab di bawah Piagam PBB. Guterres mendesak agar semua pihak menghentikan tindakan provokatif untuk menghindari perang baru yang dapat mengancam warga sipil.

Beberapa pengamat menyatakan, Rusia akan menjadi penentu apakah saling balas serangan Israel dan Iran akan terus bereskalasi atau tidak. "Rusia harus 'masuk' dan menjadi wasit antara Israel dan Iran. Kalau tidak, risiko eskalasi pasti terjadi," kata Nicholas Heras, dari Center for a New American Security.

Meski belum ada pernyataan resmi dari Iran, analis di Teheran mengatakan, serangan rudal Iran ke Israel dilakukan oleh anggota militer Suriah. "Aturan permainan dilakukan dengan coba-coba. Namun, dorongan terus terjadi dan makin menguat. Kami makin dekat ke tepi jurang," kata Heiko Wimmen, dari International Crisis Group.

Hubungan Rusia dengan Iran dan Israel sama bagusnya sehingga banyak yang menganggap Rusia bisa menengahi perseteruan kedua negara ini. "Kita sangat menghargai jika Rusia mau menjadi mediator dari perseteruan ini," ujar Alexander Krylov, pengamat kebijakan luar negeri dari Moscow State Institute of International Relations.

Deputi Menlu Rusia Sergei Ryabkov mengungkapkan, Rusia berusaha melakukan deeskalasi dan mencari solusi politik. Forum Astana, yang digagas Rusia, Turki, dan Iran, dijadwalkan digelar lagi pada 14 dan 15 Mei guna mencari solusi politik di Suriah. Namun, tidak ada jaminan apakah mau menerima hasil forum Astana atau tidak.

Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman menegaskan, "Tak seorang pun yang menginginkan perang." Namun, Israel tak akan membiarkan Iran membangun sistem pertahanan udara canggih di Suriah.