KOMPAS/HANDINING

Anton Sanjoyo, wartawan senior Kompas

Jepang menjadi satu-satunya wakil Asia yang tersisa di babak 16 besar saat mereka bertarung melawan tim favorit, Belgia. Dalam salah satu laga terbaik sepanjang gelaran Piala Dunia Rusia 2018 ini, pasukan "Samurai Biru" akhirnya tergusur oleh gol menit terakhir Nacer Chadli.

Meski kalah, namun penampilan heroik pasukan Shinji Kagawa dkk yang layaknya sekumpulan petarung sejati, akan menjadi catatan emas dalam sejarah sepak bola negeri Matahari Terbit itu.

Jepang dan pendukungnya memberikan perspektif lain terkait nilai-nilai moral dan sportivitas dunia sepak bola yang semakin luntur meskipun industrinya terus membesar dengan nilai miliran dollar per tahunnya.

Penampilan gagah berani Jepang tidak hanya di lapangan hijau. Sekelompok suporter Jepang yang hatinya tengah terkoyak, sebagian dengan air mata masih menggenang, suka rela membersihkan area tempat duduk di bagian tribun dimana mereka sebelumnya memberikan dukungan kepada Kagawa dkk.

Aksi bersih-bersih pendukung Jepang ini bukan hanya ketika tim kesayangan mereka menang atas Kolombia pada laga pertama penyisihan grup, tetapi juga saat mereka kalah dan tersingkir dari ajang Piala Dunia.

REUTERS/TORU HANAI

Pemain belgia, Nacer Chadli, merayakan gol kemenangan Belgia atas Jepang pada laga 16 besar Piala Dunia 2018 di Rostov Arena, Rostov-on-Don, Rusia, Selasa (3/7) dini hari WIB. Unggul 2-0 terlebih dahulu, Jepang tersingkir lewat gol Chadli di menit terakhir yang mengubah kedudukan menjadi 2-3.

Sesaat setelah aksi terpuji mereka viral selepas laga melawan Kolombia, dunia seolah tersadar, gelaran agung Piala Dunia bukanlah sekadar laga di lapangan hijau. Jepang dan pendukungnya memberikan perspektif lain terkait nilai-nilai moral dan sportivitas dunia sepak bola yang semakin luntur meskipun industrinya terus membesar dengan nilai miliran dollar per tahunnya.

Jepang dan pendukungnya yang selepas laga melawan Belgia memang menangis, namun mereka sesungguhnya tak perlu bersedih. Mereka telah memberikan segalanya selama Piala Dunia 2018, bukan saja perjuangan di lapangan hijau, tapi juga nilai-nilai kebaikan yang akan menjadi cerita penuh arti bagi generasi muda dunia.

AFP PHOTO/JUAN BARRETO

Meski harus menahan kepedihan setelah tim kesayangannya disingkirkan Belgia secara dramatis, pendukung Jepang tetap melakukan aksi simpatik dengan membersihan stadion dari sampah usai laga di Rostov Arena, Rostov-on-Don, Rusia, Selasa (3/7) dini hari WIB.

Pemain-pemain Jepang selalu tampil sportif, tidak semisal seperti superstar Brasil, Neymar Jr, yang meski dikaruniai bakat luar biasa, namun juga penuh tipu daya diving yang membuat prihatin para penikmat sepak bola sejati.

Saat berada di fase grup, Jepang bergabung dengan favorit Kolombia, jagoan Afrika, Senegal dan kuda hitam Eropa, Polandia. Selepas laga terakhir Grup G, nilai Jepang dan Senegal sama-sama 4 dengan selisih gol dan head to headyang identik pula.

Jepang yang akhirnya lolos ke babak 16 besar sebagai runner up grup karena mendapatkan kartu kuning yang lebih sedikit dibandingkan dengan Senegal. Dengan kata lain, Jepang berhak mendampingi Kolombia berkat penampilan mereka yang relatif lebih sportif ketimbang Senegal karena FIFA menganut azas "fairplay" dalam salah satu pertimbangannya untuk menentukan urutan klasemen.

Bukan favorit

Jepang, seperti layaknya negara-negara non Eropa dan Amerika Latin, bukanlah favorit, apalagi unggulan turnamen paling masyur empat tahunan ini. Dibandingkan dengan Belgia yang dijagokan menjadi juara, Jepang hanya "anak bawang" di tengah persaingan elite sepak bola dunia.

AFP PHOTO/JEWEL SAMAD

Gelandang Jepang, Takashi Inui (tengah), merayakan gol yang dicetaknya ke gawang Belgia. Meski sempat unggul 2-0, Jepang harus tersingkir setelah kalah 2-3.

Disandingkan dengan Belgia yang sejumlah besar pemainnya berkompetisi di liga-liga terbaik dunia, Jepang ibarat David yang mencoba sekuat tenaga menumbangkan raksasa Eropa, Goliath berjuluk "Setan Merah" yang perkasa.

Bertanding dengan nyali para Samurai, Jepang nyaris membuat dunia terperangah. Dua gol selepas turun minum oleh Genki Haraguchi dan Takashi Inui, membuat Belgia langsung berada dalam tekanan besar.

Dengan jarum jam yang bergerak cepat bagi Belgia, pelatih Roberto Martinez melakukan perubahan strategi dengan memasukkan dua pemain tengah bertipe menyerang, Chadli dan Marouane Fellaini yang kemudian mencetak gol penyama kedudukan setelah sundulan Jan Vertonghen membuka kembali asa Setan Merah.

AFP PHOTO/PIERRE-PHILIPPE MARCOU

Gelandang Belgia, Marouane Fellaini (kanan), merayakan gol penyama kedudukan yang dicetaknya ke gawang Jepang pada laga 16 besar.

Dalam kedudukan imbang 2-2, Jepang memperlihatkan nyalinya yang luar biasa untuk mengakhiri laga dengan kemenangan. Mereka memilih terus naik menyerang, tidak seperti Rusia yang sepanjang laga melawan Spanyol memilih bertahan total dan hanya membidik adu tendangan penalti.

Jepang berbeda dengan Rusia. Para Samurai Biru ini punya mentalitas petarung yang mumpuni meski paham benar bahwa lawan yang mereka hadapi adalah salah satu generasi emas terbaik yang pernah lahir di Eropa.

Keberanian Jepang frontal menyerang harus dibayar mahal. Namun risiko pilihan ofensif mereka tentu bukan hal yang harus disesali. Waktu normal 90 menit telah lewat dan bermula dari serangan balik yang dibangun Kevin de Bruyne, gelandang brilian klub Manchester City tersebut menggiring bola sebelum mengumpan kepada Meunier yang terbebas di sektor kanan.

AFP PHOTO/JACK GUEZ

Gelandang Belgia, Nacer Chadli (merah), mencetak gol kemenangan timnya ke gawang Jepang. Sempat tertinggal 2-0, Belgia membalik kedudukan menjadi 2-3 untuk melaju ke perempat final Piala Dunia Rusia 2018.

Seketika pertahanan Jepang dipenuhi pemain berbaju merah. Chadli berlari kencang tanpa pengawalan sebelum menerima umpan dari Meunier dan membuat Jepang patah hati.

Hanya beberapa detik setelah gol Chadli, wasit meniup peluit akhir. Pemandangan kontras langsung terlihat. Pasukan merah merayakan sejarah menjadi tim pertama sejak 1970 yang lolos setelah tertinggal dua gol di babak gugur (knock out).

AFP PHOTO/JUAN BARRETO

Bek Jepang, Gen Shoji (kanan), berbaring di lapangan usai timnya disingkirkan Belgia pada babak 16 besar Piala Dunia 2018. Meski tersingkir, penampilan tim "Samurai Biru" di lapangan dan aksi simpatik pendukungnya di stadion menuai simpati dari para penggemar sepak bola sejati. Jepang pulang dengan kepala tegak.

Sementara para pemain Jepang berkostum biru terkapar di lapangan, sebagian menangis, sebagian menenggelamkan wajahnya di rumput hijau. Pelatih Jepang Akira Nishino memang menyesali timnya tak mampu memertahankan asa ke perpanjangan waktu, namun dia tegar dan merangkul satu per satu pemainnya.

Saat meninggalkan Rostov Arena, tim Jepang merapikan sendiri ruang ganti mereka. Bersih tanpa secarik sampah pun. Di meja ruang ganti, mereka menulis secarik kertas, "Terima Kasih" dalam bahasa Rusia.