Awal Agustus menjadi waktu tersibuk bagi para elite partai politik. Semua melakukan safari politik yang dibungkus dengan ragam istilah. Mulai dari silaturahmi, jamuan, konsolidasi dan lain-lain yang intinya adalah komunikasi politik untuk memben- tuk kesepakatan soal calon presiden dan calon wakil presiden.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (kiri depan) didampingi putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono (kanan depan) menerima kunjungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (tengah) di kediamnnya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7/2018) malam. Pertemuan ini terkait wacana koalisi kedua partai itu dalam pemilihan presiden dan wakil presiden pada 2019.
Democratic Party chairman Susilo Bambang Yudhoyono (third left), accompanied by his eldest son Agus Harimurti Yudhoyono (second right) and other party members, welcomes Gerindra Party chairman Prabowo Subianto (center) on Tuesday evening (24/7/2018) at his residence in Mega Kuningan, Jakarta. The meeting discussed forming a possible Democrats-Gerindra coalition for the 2019 presidential election.

Setelah stimulus respons yang cukup panjang dan mungkin melelahkan, kini komunikasi di penghujung waktu kandidasi memasuki babak menentukan, yakni pengambilan keputusan!

Kebun rahasia

Proses kandidasi bukan hal mudah. Hal ini, melibatkan banyak hitung-hitungan, artikulasi kepentingan, strategi pemenangan, dan juga relasi kuasa dominan ekonomi dan politik. Menarik ilustrasi yang ditulis oleh Michael Gallagher, Candidate Selection in Comparative Perspective: The Secret Garden of Politics (1998), yang menyebutnya sebagai kebun rahasia politik (the secret garden of politics).

Banyak hal misteri dalam kandidasi, yang kerap tak bisa diraba oleh panca indera khalayak luas karena kerap dipertukarkan dari, oleh dan untuk elite semata. Banyak rahasia politik yang lebih banyak dimainkan di ruang gelap.

Meminjam istilah Teori Dramaturgi dari Erving Goffman dalam tulisan di buku klasiknyaThe Presentation of Self in Everyday Life (1956), sesungguhnya kandidasi lebih dominan ada di panggung belakang (backstage) di banding yang nampak di panggung depan (frontstage).

Panggung depan mencakup, setting (latar), personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri) adalah sebuah pertunjukan untuk meyakinkan sekaligus memersuasi khalayak agar ikut larut bersama dalam alur drama yang dibangun oleh para elite.

Kubu Jokowi dan partai-partai yang menjadi mitra koalisinya, menyuguhkan panggung diplomasi jamuan dengan para petinggi partai pengusung (enam partai yang memiliki kursi di DPR) pada Senin (23/7), dilanjutkan dengan petinggi partai pendukung (yang tidak memiliki kursi di DPR seperti PKPI, PSI dan Perindo) pada Sabtu (27/7) dan juga sekretaris jenderal (sekjen) semua partai pengusung dan pendukung pada Selasa (31/7).

Panggung depan ini, membangun kesan dan pesan yang dikonstruksi yakni kekuatan di kubu Jokowi sudah solid, cawapres ditentukan oleh Jokowi dan partai-partai pengusung maupun pendukung siap mengamini. Selain narasi yang dinyatakan ke publik, soliditas ini ditunjang oleh suasana yang dibuat rileks, guyub, serta solutif. Apakah benar demikian?
Belum tentu!

ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI

Presiden Joko Widodo (tengah) melakukan pertemuan dengan sembilan Sekjen partai pendukung di Grand Garden Cafe, Kompleks Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/7). Pertemuan tersebut membahas hal teknis menindaklanjuti hasil pertemuan sekjen partai pendukung dan pertemuan ketua umum.
ANTARA/PUSPA PERWITASARI
31-07-2018 *** Local Caption *** Presiden Joko Widodo (tengah) melakukan pertemuan dengan sembilan Sekjen partai pendukung di Grand Garden Cafe, Kompleks Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/7). Pertemuan tersebut membahas hal teknis menindaklanjuti hasil pertemuan sekjen partai pendukung dan pertemuan ketua umum. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj/18.

Layaknya kandidasi pada umumnya, ragam kepentingan juga masih mungkin mengemuka dan berbeda. Tapi, tentu saja lebih banyak berada di panggung belakang atau di "kebun rahasia". Perbedaan itu, terletak pada tiga hal. Pertama, nama figur cawapres yang masih giat dinegosiasikan oleh berbagai partai yang sementara ada di kubu Jokowi.

Kedua, titik akomodasi politik  menyangkut keuntungan dalam kekuasaan (benefit of office) bagi partai-partai.

Ketiga, penerimaan atas sejumlah potensi permasalahan dinamis yang sangat mungkin muncul di penghujung proses kandidasi. Potensi permasalahan itu antara lain antisipasi putusan uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Hal lain, putusan MK terkait dengan peninjauan hukum soal pembatasan masa jabatan dua periode wakil presiden. Terakhir, potensi ketidakharmonisan partai-partai saat Jokowi sudah mengeluarkan secara definitif satu nama dari kantongnya.

KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR

Presiden Joko Widodo mengundang kyai dan ulama dari sejumlah pondok pesantren di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat, Kamis (10/11) di Istana Negara. Tampak suasana makan siang Presiden Jokowi dengan para kyai dan ulama.

Pun demikian di kubu Prabowo Subianto. Panggung depan dramaturgi memang sangat apik tersusun ibarat alur cerita mengalir penuh suka cita serta sedikit banyak bumbu euforia. Putaran akhir komunikasi dimulai dengan safari perjumpaan partai-partai yang berpotensi menjadi penantang Jokowi. Dimulai dengan datangnya Prabowo ke kediaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jalan Mega Kuningan Timur, Jakarta, Selasa (24/7) .

Pertemuan elite dilanjutkan dengan kunjungan Ketua umum PAN ke kediaman SBY. Panggung politik pun dibuat berseri, dengan adanya kunjungan balasan SBY ke kediaman Prabowo di  Jalan Kertanegara, Jakarta, Senin (30/7).

Ragam alat dramaturgi pun dipersiapkan secara matang, mulai dari diplomasi batik berwarna senada, jamuan minum teh, retorika saling memuji dan memberi harapan, serta kehati-hatian dalam manajemen privasi komunikasi dengan tidak langsung menyebut nama cawapres untuk menjaga suasana kondusif di antara para mitra. Komunikasi pun dibangun dengan pihak PKS yang gamang dengan proposal utamanya meminta cawapres Prabowo dari kadernya sebagai harga mati!

KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI

(Dari kiri-kanan) Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri di depan media usai pertemuan antara Partai Gerindra dan PKS pada Senin (30/7/2018) sore.

Drama ultimatum PKS kepada Prabowo untuk menyikapi proposal utama mereka, menjadi ujian seberapa tinggi daya tawar PKS di tengah posisi politik yang terjepit saat Partai Demokrat definitif menyatakan berkoalisi dengan Gerindra. Artinya, dengan atau tanpa PKS, Prabowo bisa melaju menjadi penantang Jokowi karena gabungan kedua partai ini sudah melampaui ketentuan presidential treshold.