Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 07 Agustus 2018

Tagihan PBB Melonjak//Menerawang ke Masa-masa SMP//Pemupukan Bapertarum (Surat Pembaca Kompas)


Tagihan PBB Melonjak

Maret 2018, saya menerima formulir PBB 2018 dari Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau BPRD Pemerintah Kota Tangerang. Tagihan melonjak 122% dari 2017.

Ternyata pada PBB 2018 terdapat kesalahan kelas bangunan. Pada PBB 2017, tanah kelas 051 (Rp 3.100.000), bangunan kelas 020 (Rp 1.516.000), tarif 0,1%, NJOP Rp 906.300.000, PBB terutang Rp 906.300.

Pada PBB 2018, tanah kelas 051 (Rp 3.100.000), bangunan kelas 018 (Rp 2.200.000), tarif naik menjadi 0,2%, NJOP Rp 1.008.900.000, PBB terutang Rp 2.017.800.

Sejak saya tempati, obyek pajak tersebut pada 2011 hingga hari ini bangunan belum pernah direnovasi. Dengan demikian, seharusnya tidak ada peningkatan kelas bangunan. Secara fisik seharusnya nilai bangunan bahkan semakin turun karena penyusutan.

Sebagai pembanding saya lampirkan formulir PBB 2018 untuk rumah tetangga, sebelah kiri rumah saya: tanah 204 m2, kelas tanah 051, bangunan 65 m2, kelas bangunan 020, NJOP Rp 735.488.000, PBB terutang Rp 735.488.

Pada 20 April 2018, saya sudah ajukan keberatan. Semua bukti dan dokumen diterima oleh pegawai BPRD Pemkot Tangerang. Lokasi dikunjungi pada 21 Mei 2018.

Pada 31 Mei 2018, saya menerima hasil evaluasi, isinya menolak keberatan yang saya ajukan. Berarti saya harus menerima kenaikan tagihan PBB 122%.

Setelah menghadap bagian pendataan, kelas bangunan saya diubah dari 020 menjadi 019 (Rp 1.833.000), tetapi dicabut lagi dengan alasan SK-nya sudah dibuat.

Mengapa bisa demikian?

Tjie Tjuk Lan
Perumahan Duta Gardenia, RT 004 RW 08
Jurumudi Baru, Benda, Kota Tangerang

Menerawang ke Masa-masa SMP

Itulah yang menyelinap ke memori ingatan saya ketika membaca tulisan "SMP Pangudi Luhur Salatiga Meraih Mimpi" (Kompas, 5 Juni 2018).

Tahun 1953-1955, saya adalah murid SMP itu, dulu bernama SMP Kanisius di Jl Tuntang 90, Salatiga. Gedungnya mewah, kombinasi gotik dan China.

Konon bangunan tersebut bekas milik seorang China kaya bernama Lim Tjoen Eng sehingga masyarakat menyebutnya gedong Tjoeneng.

Kepala sekolahnya seorang biarawan Belanda bernama Bruder (Br) Leonardo. Ada guru Sejarah Br Aristides, guru Bahasa Inggris Br Sepletianus.

Hingga saat ini yang selalu saya kenang adalah guru Bahasa Indonesia almarhum Bapak Soeparno, tinggal di Jalan Banyubiru 5 Salatiga. Ia memperlakukan saya tidak hanya sebagai murid, tetapi juga anak.

Ketika itu, saya tinggal di asrama dengan penghuni dari pelbagai pelosok Indonesia. Dari Yogya dan sekitarnya ada Hartono B, Imam Santoso, Antonius Artono, Sumarto (Muntilan), Marsono, Bambang Haryo (Klaten), Darmono (Boyolali), Nugroho (putra almarhum Bapak Soeparno), dan lain-lain.

Semoga tulisan ini mempertemukan saya dan teman-teman puluhan tahun lalu.

FS Hartono
Purwosari, Sinduadi, Sleman

Pemupukan Bapertarum

Kabar di media massa menyebutkan, pensiunan PNS akan menerima hasil pemupukan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum PNS) yang telah dilikuidasi. Sudah banyak teman pensiunan menerimanya sejak Maret 2018.

Namun, saya dengan Karip (kartu identitas pensiun) 13093886900 dan almarhum suami (Didimus Tendi, Karip 13093886800) sampai saat ini belum menerima uang itu.

Saya sudah berusaha menanyakan kepada petugas BRI, tetapi setelah diperiksa di daftar pembayaran, nama kami tidak tercantum. Dengan menulis surat ini, saya berharap ada penjelasan dari Bapertarum atau lembaga terkait dan mencairkan dana hak kami.

Agnes da Rato
Wodong Desa Wairterang, Waigete, Kabupaten Sikka,

Nusa Tenggara Timur

Kompas, 7 Agustus 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger