Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 27 Oktober 2018

”Merdeka” Menjadi ”Mulia”//Pengangkut Umum//Toilet di Stasiun (Surat Pembaca Kompas)


"Merdeka" Menjadi "Mulia"

Saban mendengar lagu kebangsaan kita "Indonesia Raya" dinyanyikan, saya selalu tergelitik. Ada bagian yang menurut saya tidak mengena, tidak pas.

Ketika lagu ini diciptakan WR Supratman, kekuasaan penjajah masih kuat mencengkeram Indonesia. Namun, saat itu kesadaran akan marwah dan jati diri sebagai kelompok manusia yang berbangsa dan bertanah air mulai tumbuh pada kalangan terpelajar. Itulah tema lagu ciptaan Supratman ini: perjuangan bangsa Indonesia melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan membentuk negara dan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Aspirasi juang bangsa Indonesia itulah yang dikemas Supratman menjadi lirik lagu dalam tiga stanza, tetapi hanya stanza pertama yang biasa kita nyanyikan.

Yang menggelitik adalah lirik pada refrein "Indonesia raya merdeka, merdeka, tanahku negeriku yang kucinta". Lirik ini mengesankan bahwa "Indonesia merdeka" adalah tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia. Menurut saya, ini persepsi yang keliru!

Bung Karno dalam berbagai pidatonya selalu mengibaratkan kemerdekaan sebagai jembatan emas yang harus kita bangun dan lalui untuk mencapai Indonesia yang jaya sejahtera. Indonesia merdeka bukan tujuan akhir perjuangan, melainkan landasan perjuangan selanjutnya. Maka, bukan "kemerdekaan" tetapi "kemuliaan" bangsa dan negaralah sebagai tujuan akhir, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang jaya dan sejahtera.

Persepsi yang keliru ini perlu diluruskan dengan mengubah refrein lagu, mengganti kata "merdeka" pada lirik kedua dengan kata "mulia". Lirik refrein menjadi: "Indonesia raya merdeka, merdeka, tanahku negeriku yang kucinta. Indonesia raya mulia, mulia, hiduplah Indonesia raya.

Pengubahan kecil, tetapi memberi pengertian luas.

Sutrisno Muhamad
Jatibening, Bekasi, Jawa Barat

Pengangkut Umum

Setelah membaca berita tentang bus Trans Kota Tangerang di Kompas (16-17/10/2018), kami sarankan sebaiknya Pemerintah Kota Tangerang tak perlu membatasi jam operasional bus rapid transit karena semua orang berhak atas pengangkut umum yang nyaman dan murah.

Solusi terbaik ialah semua sopir angkot, khususnya di Tangerang, harus diikutkan dalam bagian integrasi pengangkut umum dengan bus rapid transit Trans Kota Tangerang.

Integrasi pengangkut umum mencakup tiga hal. Pertama, integrasi rute dan layanan dalam bentuk penataan rute pengangkut umum agar tidak saling bersinggungan dengan rute pengangkut lain dan dapat memperluas jangkauan layanan.

Kedua, integrasi manajemen. Semua perusahaan pengangkut umum tergabung dalam satu manajemen, contohnya manajemen PT Transjakarta. Ketiga, integrasi pembayaran, penumpang dapat berganti pengangkut umum tanpa harus bayar lagi untuk sampai tujuan dalam waktu tertentu. Misalnya, dengan Rp 5.000, kita dapat berganti pengangkut umum selama tiga jam. Integrasi seperti itu perlu diterapkan di semua pengangkut umum di Jabodetabek.

Andre Agusta W
Mahasiswa Pendidikan
Khusus UNJ

Toilet di Stasiun

Saya ingin menyampaikan usulan terkait tidak adanya toilet di bagian luar Stasiun Solo Balapan.

Sebenarnya saya sudah bertemu dengan pemimpin Stasiun Solo Balapan pada 14 Oktober 2018. Menurut beliau, pengadaan sarana itu sudah diajukan kepada pemimpin mereka, hanya saja sampai hari ini belum terealisasi.

Saat ini dengan toilet yang hanya ada di bagian dalam, setiap pengguna harus melewati rel kereta 5-6 baris, sangat berbahaya jika ada orang yang mau ke toilet.

Hal seperti ini tentunya tidak boleh dianggap sepele karena menyangkut keselamatan.

Marojahan Samosir
Karangkepoh, Kedungwaduk,

Sragen, Jawa Tengah

Kompas, 27 Oktober 218

‎#suratpembacakompas 
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger