Pendidikan Generasi Milenial
Saat ini hampir semua individu usia sekolah telah mengenyam pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dulu, hanya sebagian masyarakat yang bisa menikmati belajar di sekolah, lebih-lebih kuliah.
Meskipun biaya pendidikan cenderung mahal, justru masyarakat sekarang—terutama generasi milenial—lebih banyak yang mampu mengenyam dunia pendidikan. Fenomena ini menarik dan patut diapresiasi.
Berdasarkan publikasi statistik Indonesia 2018, penduduk usia 15-39 tahun pada tahun 2017 berjumlah 105 juta jiwa, 55 persen dari total penduduk Indonesia (Kompas, 15/10/20118).
Di sisi lain, tidak sedikit lulusan pendidikan yang belum memiliki pekerjaan dalam pasar kerja. Harian Kompas, pada edisi itu juga mencatat, pada Agustus 2017, angka pengangguran milenial 8,9 persen, sedangkan total angka pengangguran secara keseluruhan 5,5 persen.
Mengapa angka pengangguran masih tergolong tinggi? Salah satunya ditengarai karena adanya ketidaksesuaian antara permintaan dan kebutuhan pasar kerja atau semakin berkurangnya kebutuhan pasar kerja terhadap kebutuhan tenaga manusia.
Dalam konteks ini, pendidikan yang diselenggarakan harus mampu menjawab kebutuhan generasi milenial di zaman yang terus berubah ini. Pendidikan yang di dalamnya berlangsung proses pembelajaran, harus—paling tidak—memahami karakter peserta didik sebagai generasi milenial, mengoptimalkan segala potensi individu yang positif, serta membangun dan menumbuhkan jiwa wiraswasta. Perlu juga membangun mental pembelajar dan membekali keterampilan alternatif.
Yang penting, generasi milenial mendapat ruang kreativitas untuk mengembangkan keunikannya. Pendidikan generasi milenial memang harus berpijak pada keunikan sebagai bagian dari keunggulan individu, terus semangat berinovasi dan mengambil peluang untuk perubahan dan kemaslahatan rakyat.
Pemerintah dan masyarakat harus bersatu padu mengawal pendidikan generasi milenial. Jika tidak, kita tidak hanya kehilangan momentum membangun, tetapi juga membuat generasi milenial terlindas zaman.
ABDUL HALIM FATHANI
Dosen Pendidikan Matematika, Universitas Islam Malang
Wujudkan Mimpi
Terinspirasi mimpi Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota Bekasi "Pepen" Rahmat Effendi berupaya menyulap Kalimalang menjadi seindah Sungai Cheonggyecheon di Seoul, Korea Selatan.
September 2018, setelah menyusuri Sungai Cheonggyecheon, Jokowi mengaku amat terkesan. Ia berharap Sungai Ciliwung yang membelah Jakarta bisa seindah Cheonggyecheon.
Maka, Ridwan dan Pepen memulai upaya perbaikan ini dengan merevitalisasi Kalimalang yang masuk ke dalam wilayah administrasi mereka.
Di sisi lain, mungkin perlu juga buat kedua kepala daerah menengok kondisi SDN 01 Ridogalih di Desa Ridogalih, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi, yang saat ini amat mengenaskan (Kompas, Minggu, 23/9/2018). Bangunan berantakan, atap hilang, tembok retak, dan plafon berlubang.
Satu foto hampir setengah halaman memperlihatkan siswa belajar di gudang Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bekasi. Gudang seluas 120 meter persegi itu disekat-sekat setinggi 2 meter jadi ruang kelas terbuka: tempat berkumpul 90 murid kelas 1-6. Penerimaan murid terus menurun. Dari 16 murid (2016) jadi 12 (2017) dan 14 murid (2018).
Permintaan perbaikan gedung telah diajukan melalui pemerintah desa, kecamatan, dan dinas pendidikan, tetapi belum ada tanggapan. Semoga Wali Kota Bekasi dengan dukungan Gubernur Jawa Barat bisa membangun kembali gedung SDN 01 Ridogalih menjadi sekeren gedung SD di Seoul.
WIRASMO W WIROTO
Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan,

Tidak ada komentar:
Posting Komentar