DIDIE SW

Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas.

Orang sangat mudah membuat tagar  atau tanda pagar. Namun, tak sedikit yang paham makna dan tujuan di balik pembuatan tagar itu. Akibatnya, tagar hanyalah usil.

Padahal, tagar bisa menjadi bagian dari membangun narasi hingga dilakukan sebuah aksi. Tak mengherankan apabila dari tagar kemudian muncul aksi atau tindakan riil alias bukan hanya di dunia maya. Tagar mampu menggerakkan partisipasi komunal ketika tagar itu mampu membangun sebuah cerita atau narasi yang bisa dipahami bersama.

Tagar atau tanda # sudah lama dipakai di dunia telekomunikasi. Kita bisa melihat telepon-telepon meja dan menemukan tanda itu. International Telecomunication Union telah mengadopsi tanda itu sejak 1988 sehingga tanda tagar muncul di tombol telepon meja. Akan tetapi, di dunia maya tanda tagar yang merupakan salah satu metadata itu mulai ramai digunakan di San Francisco tahun 2007 saat terjadi kebakaran hutan dan kemudian secara internasional digunakan saat protes terhadap pemilu di Iran tahun 2009.

Di Indonesia #saveKPK termasuk tagar awal yang mampu menggerakkan orang melakukan aksi. Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2012 mendapat banyak tekanan, warga secara beramai-ramai memenuhi media sosial dengan tagar itu. Pada ujungnya, mereka melakukan aksi turun ke jalan dengan berdemonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia. Aksi ini berhasil menuntut pemerintah untuk melakukan langkah melindungi KPK dari berbagai serangan lembaga tertentu.

KOMPAS/INGKI RINALDI

Para pegiat antikorupsi beserta sejumlah elemen masyarakat, beberapa waktu lalu, melakukan aksi #SaveKPK dalam momentum car free day di bilangan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk dukungan pada KPK.

Kalangan ahli psikologi telah lama mengamati aktivisme berbasis digital, secara khusus dengan menggunakan tagar, yang kemudian menggerakkan orang melakukan tindakan. Seorang analis bernama Azadeh Aalai di dalam laman Psychology Today  menulis, aktivisme menggunakan tagar dapat menjadi sarana yang berguna untuk mengendalikan sebuah narasi terkait dengan masalah-masalah yang menjadi perhatian warga tetapi terabaikan oleh media konvensional.

Ia memberi contoh #BlackLiveMatter atau #MeeToo yang mempunyai dampak signifikan dan secara kultural akan berdampak lebih besar lagi.

Ada beberapa langkah yang dilakukan agar aktivisme di dunia maya bisa berhasil menjadi sebuah aksi. Pada masa lalu gerakan semacam ini dilakukan dengan mengumpulkan orang, datang ke lokasi yang telah disepakati, mengajak media membangun narasi, dan melakukan aksi. Pada masa awal, internet membangun narasi menggunakan buletin elektronik dan grup daring.

Akan tetapi, sekarang dengan aktivisme di media sosial,  cara yang dilakukan adalah membangun tagar, maka yang dilakukan adalah mengenalkan isu yang akan diangkat ke sejumlah aktivis, mereka bergabung, mengorganisasi diri, mempelajari lebih mendalam tentang sebuah isu yang diangkat, serta memulai sebuah aktivisme yang panjang dan tak mudah di media sosial hingga kelak menjadi aksi.

Aktivisme di media sosial ini bukanlah pekerjaan sambilan apabila ingin menggapai sukses. Mereka yang terlibat butuh sabar dan memberi perhatian yang terus-menerus terhadap perkembangan tagar itu di media sosial. Mereka harus mendedikasikan diri bekerja mengurus aktivisme itu karena aktivisme bertagar ini bisa berlangsung dalam hitungan hari, minggu, dan berbulan-bulan.

REPRO TWITTER/KSP

Tagar #Gempa menjadi tren topik di Twitter Indonesia, Selasa (23/1) siang

Ibarat kata, pekerjaan ini adalah pekerjaan maraton dan sangat mungkin bisa berlangsung lama dan melelahkan. Seorang peneliti aktivisme tagar, Guobin Yang (2016), yang mengutip sebuah hasil penelitian, menyebutkan, tagar yang biasa-biasa saja dan terkait dengan masalah rutin akan sulit menjadi aktivisme.

Tagar yang paling memiliki kekuatan adalah tagar yang berlawanan dengan keseharian, memiliki narasi yang jitu terkait dengan sebuah krisis atau konflik. Warga bakal otomatis masuk dan malah terlibat dalam pembuatan narasi atau menambah narasi melalui pengalaman mereka, perasaan mereka, kisah dan pikiran pribadi terhadap suatu peristiwa. Kita bisa melihat sebuah tagar yang kemudian dilanjutkan aksi turun ke jalan tetapi ternyata tidak berbuah perubahan karena ada satu elemen dalam aktivisme itu tidak dijalankan.

RERPO: KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Tagar-tagar terkait perlawanan terhadap terorisme di Twitter.

Kalimat itu menjelaskan, tagar yang berhasil menjadi sebuah aksi adalah tagar yang mengandung kata kerja yang mengekspresikan kehendak kuat untuk beraksi dan memaksa. Aksi itu bisa berupa membuat petisi, usulan, pembelaan, dan protes. Selama proses itu mereka terus menyatakan penolakan dan perlawanan dengan melakukan aksi antara, seperti menantang media konvensional masuk ke dalam narasi yang tengah dibangun, mengajak audiens berpartisipasi dengan mengirim ulang unggahan, berkomentar, atau membuat unggahan lain dengan tagar yang sama.

Dengan penjelasan itu, maka penggunaan tagar untuk aktivitas di dunia bisnis sejauh ini kurang efektif dan tidak terlalu menghasilkan dampak luas. Dalam konteks bisnis mungkin lebih tepat tagar dikategorikan sebagai salah satu produk meme sehingga merek atau produk lebih mudah diingat, menarik dipandang mata, dan berkesan unik dibandingkan menjadi sebuah gerakan untuk melakukan aksi langsung seperti membeli produk.