Pemerintah serta otoritas keuangan dan moneter Indonesia berulang kali menyatakan optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 akan lebih baik.
Optimisme tersebut disuarakan di tengah masih besarnya potensi gejolak ekonomi global dan defisit transaksi berjalan yang terutama disebabkan defisit perdagangan.
Ekonomi ditargetkan tumbuh 5,3 persen dan defisit transaksi berjalan turun menjadi 2,5 persen. Berbagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dilakukan, seperti memberi kelompok menengah-bawah bantuan agar konsumsi mereka meningkat dan pengurangan pajak bagi perusahaan yang berinvestasi di Indonesia. Bank Indonesia (BI) menjaga inflasi tetap rendah dan nilai tukar rupiah stabil.
Otoritas Jasa Keuangan ikut mendorong pertumbuhan melalui sinergi dengan pemerintah dan BI menggerakkan ekonomi masyarakat melalui kemudahan, antara lain penyaluran kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, kemudahan kredit untuk pembelian kendaraan bermotor dan rumah pertama, serta mendorong sektor pariwisata.
Di tengah optimisme tersebut, Wapres Jusuf Kalla pada pertemuan tahunan industri jasa keuangan tahun 2019, akhir pekan lalu, mengingatkan pentingnya kerja sama dan kolaborasi industri keuangan untuk mencapai target 2019.
Target ekonomi kita adalah pertumbuhan melalui peningkatan produktivitas barang dan jasa. Untuk dapat tumbuh, kita dituntut meningkatkan daya saing, termasuk daya saing industri keuangan.
Salah satu indikator adalah pelayanan kredit yang diukur melalui besarnya suku bunga pinjaman dan kecepatan penyaluran serta memastikan pinjaman kembali.
Hal tersebut tampak mudah saat dikatakan, tetapi dalam praktik membutuhkan koordinasi dan kerja sama antarlembaga pemerintah, industri keuangan, sektor riil, dan masyarakat.
Kita kerap mempertanyakan mengapa suku bunga pinjaman di perbankan kita lebih mahal dibandingkan dengan sejumlah negara.
Kalla mengingatkan suku bunga pinjaman yang ditanggung usaha menengah dan kecil di sini lebih besar daripada suku bunga untuk perusahaan besar dengan berbagai alasan. Pada masa 20 tahun lalu, kredit macet perusahaan besar harus ditanggung negara.
Kita telah mengalami kemajuan dalam pengawasan industri keuangan sehingga keadaannya menjadi lebih sehat. Kendati demikian, kita tetap tidak boleh terlena meskipun perbankan nasional berhasil merestrukturisasi kredit macet.
Melalui tahun 2019, meskipun penuh optimisme, kita tetap perlu waspada di tengah aliran modal asing yang telah mulai masuk kembali ke Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar