KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Sejumlah pemuda dari beberapa komunitas kreatif membuat mural di kantor Tujuh Ruang di Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (12/4/2019). Kegiatan yang bertajuk "Maklumat Kebangsaan #2019 Indonesia Damai" itu menyerukan menjaga perdamaian di tengah perbedaan pilihan politik pada pemilu 17 April mendatang.

 

Lebih dari delapan bulan masa kampanye pemilu serentak berakhir. Kedua calon presiden pun menutup masa kampanye dengan debat terakhir, Sabtu (13/4/2019).

Mulai Minggu, 14 April 2019, hingga Selasa, 16 April 2019, adalah masa tenang yang diartikan tak boleh ada aktivitas kampanye, penyebaran visi-misi, ataupun aktivitas politik untuk membujuk pemilih memilih calon tertentu. Di masa tenang, alat peraga kampanye dibersihkan dari ruang publik.

Masa tenang juga berlaku di semua media sosial. Penyedia platform media sosial pun dituntut tanggung jawabnya untuk tidak lagi menyebarkan pesan kampanye guna memilih calon tertentu. Peserta pemilu dan tim sukses juga punya komitmen yang sama untuk tidak menyebarkan pesan kampanye politik melalui berbagai platform.

Badan Pengawas Pemilu punya tugas berat untuk menjaga masa tenang agar betul-betul tenang. Dalam sejarahnya, bagi tim sukses, masa tenang kadang menjadi masa yang sungguh tidak tenang karena berbagai berita hoaks bertebaran, adanya berita bohong yang diembuskan oleh pihak tak bertanggung jawab, ataupun praktik politik uang yang kian merajalela di masa tenang dan hari pencoblosan, 17 April 2019.

Marilah kita jadikan pemilu serentak 17 April 2019 sebagai hari kegembiraan. Jadikan pemilu sebagai pesta demokrasi, saat rakyat bisa menunjukkan kedaulatannya untuk memilih pemimpin. Yang harus dipastikan KPU dan perangkat di bawahnya adalah bagaimana melindungi hak suara warga negara.

Hak pilih adalah hak konstitusional warga negara yang tak boleh dihilangkan dalam kondisi apa pun. Teknis pencoblosan harus terus disosialisasikan karena pemilu sekarang rumit. Jangan sampai suara rakyat sia-sia karena kesalahan dalam teknis mencoblos.

Mahkamah Konstitusi menegaskan, dengan berbekal KTP elektronik atau surat keterangan (suket), pemilih bisa memilih dengan persyaratan tertentu. Kita sungguh berharap hak pilih warga negara dihormati dan dijaga. Di sinilah diperlukan profesionalisme penyelenggara dalam melaksanakan pemilu.

Jangan sampai alasan teknis administratif, seperti menutup TPS sebelum waktunya, dapat menghilangkan hak pilih warga negara. Itu adalah kejahatan konstitusi.

Menjadi tugas Polri dan TNI untuk menjaga situasi sosial politik tetap kondusif. Kita mendukung langkah Polri dan TNI bersikap tegas terhadap berbagai kelompok yang melakukan tindakan antidemokrasi.

Polri dan TNI punya peran untuk menghadirkan rasa aman dan nyaman agar pemilih bisa melaksanakan hak konstitusionalnya dengan gembira. TNI dan Polri harus tetap menjaga netralitasnya dalam pemilu. Politik TNI adalah politik negara.

Kita pun berharap pasangan calon dan peserta pemilu mau menerima apa pun suara rakyat pada 17 April 2019. Kedewasaan elite akan menentukan kualitas demokrasi.