
Juru Bicara untuk pasukan Libya dari Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Mohamed Gnounou mengadakan konferensi pers di ibukota Tripoli pada 7 April 2019. Pasukan orang kuat Libya Khalifa Haftar mengatakan mereka telah melakukan serangan udara pertama mereka pada pinggiran kota Tripoli, tempat para pejuang loyalis mengumumkan "serangan balasan" untuk mempertahankan ibu kota.
Organisasi Kesehatan Dunia mencatat, sedikitnya 120 orang tewas dan ratusan orang terluka akibat serangan pasukan Jenderal Khalifa Haftar sejak awal April.
Al Jazeera, mengutip Wall Street Journal, mengabarkan, Jenderal Haftar mendapat bantuan keuangan puluhan juta dollar AS dari Arab Saudi sebelum melakukan serangan ke Tripoli, ibu kota Libya. Bantuan itu datang ketika Haftar berkunjung ke Riyadh, Arab Saudi, akhir Maret lalu, menjelang serangan ke Tripoli yang dimulai Kamis (4/4/2019).
Pejabat Arab Saudi yang tak mau disebut namanya mengungkapkan, bantuan itu diberikan untuk merekrut pasukan dan menyediakan peralatan militer. Pertempuran ini menghadapkan pasukan loyalis Haftar melawan pasukan pemerintah yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pasukan pemerintah (GNA) mengontrol Tripoli, sedangkan Haftar menguasai bagian timur Libya.
PBB sudah menyerukan gencatan senjata, tetapi Haftar dan pasukannya menolak. Amerika Serikat dan Uni Eropa juga mendesak pasukan Haftar menghentikan serangan. Kantor PBB untuk urusan kemanusiaan mengatakan, lebih dari 13.500 orang telantar akibat bentrokan itu dan lebih dari 900 warga tinggal di penampungan. Tiga personel medis tewas dan lima ambulans rusak akibat pecahan peluru.
Ketua DPR yang berbasis di Tobruk, Aghela Saleh, mendukung serangan yang dilakukan Haftar. "Pasukan Haftar akan menekan Tripoli untuk membebaskan ibu kota. Kita perlu menyingkirkan milisi dan kelompok teroris," ucap Saleh.
Saleh mengatakan, serangan ke Tripoli bertujuan untuk memulihkan keamanan di ibu kota Libya dan memerangi teroris. "Kami meyakinkan warga Tripoli bahwa kampanye untuk membebaskan Tripoli akan terbatas dan tidak melanggar kebebasan apa pun," katanya.
Juru bicara pemerintah, Mohamad Younes, mengatakan, pemerintah akan menyetujui gencatan senjata jika seluruh pasukan Haftar kembali ke Benghazi. Pertempuran sengit terjadi di sekitar bandara yang tidak digunakan.
Pertempuran pada Jumat (12/4) menewaskan 75 orang, termasuk 17 warga sipil, dan melukai 323 warga lainnya. Selain menimbulkan persoalan kemanusiaan, konflik juga mengancam pasokan minyak mentah, meningkatkan migrasi ke Eropa, mengacaukan rencana perdamaian PBB, serta memungkinkan kelompok bersenjata untuk memanfaatkan dan mengeksploitasi kekacauan itu. Haftar (75), jenderal semasa Khadafy berkuasa, berusaha menguasai gurun kaya minyak di selatan Libya, awal tahun ini, sebelum menyerang Tripoli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar