AFP/SAUL LOEB

Presiden AS Donald Trump menandatangani dokumen yang berisi penerapan kembali sanksi terhadap Iran, setelah mengumumkan penarikan AS dari kesepakatan Nuklir Iran, di Gedung Putih, Washington, DC, pada Selasa (8/5/2018).

Di tengah gencarnya diplomasi Iran untuk meredakan ketegangan di kawasan, Presiden Donald Trump menyatakan, AS tak mencari perubahan rezim di negeri itu.

"Kami tidak menginginkan pergantian rezim, yang kami inginkan tidak ada senjata nuklir. Kami juga tidak ingin melukai Teheran," kata Trump terkait dengan peningkatan tekanannya terhadap Iran.

Pernyataan Trump muncul seusai bertemu PM Jepang Shinzo Abe, Senin (27/5/2019), di Tokyo. Trump tampaknya ingin menurunkan tensi ketegangan di dua kawasan yang terus memanas dan dipimpin rezim yang dianggap otoriter. "Jika Teheran ingin bicara, mari kita bicara," ujar Trump.

Ketegangan di kawasan Teluk meningkat setelah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir 5+1, memberlakukan dan menambah sanksi baru kepada Iran, serta mengirim militer ke kawasan. Terakhir, AS mencabut izin bagi Iran untuk mengekspor minyak ke delapan negara yang sebelumnya dapat dispensasi.

Penghentian ekspor minyak itu tak urung membuat Iran kelabakan meski Iran dibantu beberapa negara tetangga, seperti Irak dan Turki, untuk tetap bisa mengekspor minyak ke beberapa negara. Sanksi AS mungkin akan melemahkan ekonomi Iran, tetapi tidak akan menumbangkannya.

Setelah menemukan jalan keluar ekspor lewat darat, Iran memulai upaya diplomasi ke beberapa negara tetangga, seperti Kuwait, Oman, dan Qatar, yang tidak terlibat konflik di kawasan. Dua bulan lalu, Iran menggelar pertemuan dengan Menhan Suriah Ali Abdullah Ayyoub, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mayjen Mohammad Bagheri, dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Irak Orman al-Ghani, di Damaskus.

Irak bersedia menjembatani antara Iran dan AS, bahkan percaya blokade ekonomi akan membuahkan hasil. Menurut kantor berita Reuters, seorang pejabat AS memberikan wewenang kepada Irak "untuk memberi tahu Iran bahwa tidak ada penyangkalan yang masuk akal tentang serangan terhadap orang AS di Irak". Namun, Menlu Irak Mohammed al-Hakim menegaskan, "Kami menentang tindakan sepihak yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Kami berdiri dengan Republik Islam Iran di posisinya."

Dengan diplomasi, Iran menunjukkan keinginannya tidak ingin memulai perang dengan AS. "Kami akan bertahan melawan segala upaya perang melawan Iran, apakah itu perang ekonomi atau militer dan kami akan menghadapi upaya-upaya ini dengan kekuatan," ujar Menlu Iran Mohammad Javad Zarif.