ARSIP PRIBADI

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

Tiga bulan lalu saya bertugas menjaga ayah saya yang dirawat di rumah sakit. Kedua kakak saya sibuk bekerja, sedangkan saya, anak laki-laki terkecil, baru selesai kuliah dan sedang memasukkan lamaran kerja. Hampir sebulan saya menemani ayah yang dirawat karena diabetes melitus. Kaki kanan ayah harus diamputasi mulai di bawah lutut karena aliran darah di kaki itu sudah tidak lancar lagi sehingga sebagian kaki menghitam, bahkan membusuk.

Menurut dokter, jalan satu-satunya adalah amputasi. Ayah pasrah dan anak-anak siap mendukung. Pengalaman selama hampir sebulan menemani ayah di rumah sakit, bahkan juga ikut tidur di rumah sakit, menyebabkan saya mengenal rumah sakit dan merasakan rumah sakit sebagai rumah kedua saya. Ternyata masih banyak fasilitas yang perlu dilengkapi untuk layanan terhadap pasien dan keluarga. Sebagai seorang yang mempunyai latar belakang pendidikan bidang perhotelan, saya ingin mengajukan beberapa hal.

Ayah mendapat kamar yang baik, dilengkapi kamar mandi dan televisi. Makanan disediakan teratur. Untuk berkomunikasi dengan perawat jaga, tidaklah mudah. Tersedia bel yang dapat digunakan untuk memberi tahu perawat jika pasien memerlukan kehadiran perawat. Namun, respons terhadap bel cukup lama. Mungkin karena jumlah perawat jaga terutama sore dan malam hari kurang. Pengenalan perawat terhadap pasien dan keluarga kurang, perawat sering bertanya nama pasien. Seharusnya pasien yang sudah dirawat cukup lama harus sudah dikenal perawat. Setiap akan memberikan obat perawat menanyakan nama pasien.

Kantin rumah sakit cukup lengkap, tetapi terisi oleh restoran ternama sehingga harganya mahal, tak terjangkau kantong mahasiswa. Padahal, menurut pengamatan saya, sekitar 80 persen pasien adalah peserta BPJS yang berpenghasilan tidak tinggi. Sekali makan di kantin rumah sakit menghabiskan Rp 50.000-Rp 60.000. Kantin tutup pukul 18.00 sehingga para penunggu pasien yang dirawat kesulitan mencari makan malam. Kami harus berjalan cukup jauh, bahkan sering harus naik bajaj karena berjalan malam sendiri ada risiko keamanan.

Toilet rawat jalan rumah sakit masih kotor, mungkin karena banyak yang memakai. Namun, sebagai lembaga yang melayani kesehatan, semestinya toilet rumah sakit bersih dan nyaman.

Lobi dan selasar rumah sakit penuh spanduk dan banner yang menurut saya kurang perlu, seperti Daerah Bebas GratifikasiHargai Petugas KamiDilarang MerokokDilarang Memberi Tip, dan Dilarang Memfoto. Belum lagi pengumuman melalui pengeras suara amat sering dan cukup keras sehingga mengganggu. Pemanggilan pelanggan farmasi untuk mengambil obat masih pakai pengeras suara. Pada masa perkembangan informasi teknologi sekarang ini, sebenarnya rumah sakit dapat mengurangi kebisingan dan pengumuman dengan memanfaatkan running text, panggilan melalui Whatsapp, atau komunikasi perawat pasien melalui Whatsapp.

Bandara New Delhi terpilih sebagai salah satu bandara yang baik karena berhasil mengurangi kebisingan, pengumuman keberangkatan dan kedatangan pesawat lebih banyak dilakukan tertulis. Saya juga ingin mengusulkan agar bagian layanan pelanggan (customer service) dapat menyelesaikan masalah, tidak hanya mengatakan "nanti kami sampaikan kepada pejabat terkait". Pelanggan yang mengeluh tidak tahu kapan keluhannya akan diselesaikan. Pada umumnya, saya puas dengan layanan rumah sakit, tetapi tampaknya manajemen rumah sakit perlu juga memperhatikan keramahan dan kenyamanan rumah sakit.

J di B

Terima kasih atas masukan Anda. Saya rasa usulan Anda akan mendapat perhatian pengelola rumah sakit, bahkan mungkin Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi).

Di negeri kita terdapat sekitar 1.300 rumah sakit, mulai dari yang sederhana sampai yang amat lengkap. Salah satu keluhan pengunjung rumah sakit besar adalah kesulitan mencari gedung yang dituju. Rumah sakit amat luas dan banyak gedung, seperti rawat jalan, rawat inap, radiologi, laboratorium, farmasi, dan dapur, sehingga diperlukan petunjuk yang baik dan di era teknologi informasi (IT) sekarang mungkin sudah diperlukan map zonesoftware yang menuntun pasien seperti Google Maps.

Salah satu yang perlu diperhatikan rumah sakit adalah keselamatan pasien. Pasien dijaga agar jangan mengalami jatuh, salah dalam memberikan obat, dan lain-lain. Karena itu, ada prosedur standar seperti menanyakan nama pasien; jika perlu juga dengan tanggal lahir karena banyak pasien yang namanya sama. Mengenai spanduk dan banner memang juga ada kritik seperti tulisan daerah bebas gratifikasi, apakah berarti di luar daerah tersebut gratifikasi diizinkan. Hal-hal yang seharusnya sudah melekat pada petugas kesehatan mungkin tak perlu dituliskan lagi.

Penggunaan teknologi informasi untuk komunikasi petugas kesehatan dan pasien atau keluarga sudah saatnya ditingkatkan. Saya pernah melihat seorang dokter bedah memperlihatkan video hal-hal yang perlu diketahui oleh pasien yang akan dibedah. Video itu dikirim melalui Whatsapp kepada pasien agar dapat dilihat berulang-ulang jika tak jelas. Pemahaman pasien mengenai pembedahan akan mengefisienkan waktu untuk memintakan persetujuan tindakan medis.

IT juga dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan cara minum obat, mengingatkan pasien untuk kontrol, serta digunakan untuk berkomunikasi dengan petugas kesehatan. Software petunjuk jalan pasien di rumah sakit sudah tersedia dan platform itu juga dapat digunakan untuk penyuluhan kesehatan serta iklan rumah sakit. Saya percaya, di Indonesia, tak lama lagi rumah sakit akan menggunakannya.

Di luar negeri ada konter perwakilan pasien (patient representative). Keluhan pasien dan keluarga mengenai keuangan, obat, layanan dokter, operasi tertunda, dan lain-lain dapat disalurkan melalui perwakilan pasien ini. Biasanya perwakilan pasien adalah pensiunan perawat berpengalaman. Dia dapat merespons keluhan pasien atau keluarga, dan jika memang dirasa perlu, mengurus keluhan tersebut sampai tuntas. Namun, jika keluhan itu hanya karena ketidakpahaman pasien atau keluarga mengenai layanan medis, dia dapat menjelaskan dan pasien tak harus menghadap direktur pelayanan. Dengan demikian, pasien dan keluarga mendapat tanggapan cepat dan direktur pelayanan tak banyak terganggu oleh keluarga yang mengeluh karena sudah tersaring di perwakilan pasien. Sekarang memang pengelola rumah sakit masih berkutat dengan pelayanan medis.

Layanan nonmedis mungkin belum seluruhnya terbenahi. Namun, di masa depan mau tak mau layanan medis dan layanan nonmedis keduanya harus memuaskan. Layanan medis dinilai oleh komite medik rumah sakit, sedangkan layanan nonmedis mendapat penilaian dari pasien dan keluarga. Saya menghargai keinginan Anda untuk menyempurnakan layanan rumah sakit kita. Rumah sakit kita adalah aset bangsa yang harus kita pelihara.

Saya percaya di masa depan layanan rumah sakit di Indonesia akan dapat bersaing dengan layanan rumah sakit di luar negeri. Mari kita tunjukkan keramahtamahan kita. Mari kita tunjukkan kecintaan kita pada Indonesia.