Presiden Jokowi gusar karena dari puluhan perusahaan dari China yang relokasi keluar negaranya, tak satu pun memilih Indonesia sebagai lokasi baru. Padahal, berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk mempermudah investasi di Indonesia. Investor tetap menganggap Indonesia tak cukup menarik. Dari 33 perusahaan China, 23 memilih ke Vietnam, sisanya ke Kamboja, India, Malaysia, Meksiko, Serbia, dan Thailand. Hal serupa terjadi pada relokasi industri Jepang dan Korea. Kenyataan itu menunjukkan, apa yang dilakukan pemerintah belum menyentuh concern utama investor.
Seluruh kajian, mulai dari Bank Dunia, Forum Ekonomi Dunia (WEF), BI, hingga KPPOD, menunjukkan iklim investasi di Indonesia masih memprihatinkan. Dan persoalan yang menghambat itu kompleks, mulai dari regulasinya itu sendiri, sistemnya, hingga tata laksana pelaksanaan di lapangan.
Sebanyak 16 paket kebijakan deregulasi/debirokratisasi yang diluncurkan selama lima tahun pemerintahan Jokowi ternyata belum tuntas mampu mendobrak persoalan yang menghambat investasi. Sebagian besar kebijakan itu bahkan disinyalir bertahun-tahun mandek di kementerian/lembaga.
Faktanya, kesulitan tetap dihadapi investor. Istilahnya, kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah. Keluhan belum bergerak dari isu klasik, mulai dari perizinan berbelit, tumpang tindih/inkonsistensi/disharmoni kebijakan, hingga kontradiksi kebijakan pusat-daerah. Isu perburuhan, perpajakan, dan tak adanya jaminan kepastian juga masih jadi momok.
Tak jelas siapa yang bertanggung jawab mengawal pelaksanaan dari poin-poin kebijakan itu mulai dari paling bawah hingga atas. Ini yang ditekankan Bank Dunia, pentingnya keberadaan tim yang mengawal pelaksanaan. Perlu dukungan semua pihak, termasuk sanksi untuk yang tak melakukan tugasnya atau tak kooperatif di level lembaga/kementerian. Termasuk juga daerah yang tak pro-investasi, selain akan dihukum dengan tak masuknya investasi ke daerah tersebut.
Orkestra kurang padu, membuat kebijakan pro-investasi besar-besaran yang digelontorkan di awal pemerintah macet di sana-sini sehingga kita harus terus gigit jari dalam perebutan investasi. Kita masih sering temukan, bagaimana kepentingan kelompok atau individu membuat seluruh sistem macet. Kebijakan di tingkat pusat bisa dimentahkan di daerah.
Yang mengejutkan, fakta yang diungkapkan Menkeu masih adanya puluhan (72) UU, sebagian warisan kolonial, bercokol. Ribuan regulasi, menurut ekonom, juga harus direvisi. Suatu pekerjaan besar yang butuh determinasi dan komitmen tinggi untuk bisa mengurai sehingga tak cukup dengan satu gebrakan. Juga tak bisa ad hoc dan tambal sulam, terkesan latah dengan negara lain. Akhir-akhir ini, misalnya, pemerintah agresif menggelontorkan berbagai insentif pajak bagi pelaku usaha di sejumlah sektor. Langkah ini dinilai Bank Dunia tak akan efektif selama persoalan utama yang menghambat investasi dan daya saing itu sendiri tak diselesaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar