Awas, Radikalisme
Peristiwanya memang sudah satu bulan berlalu. Namun, pelajaran agar lebih berhati-hati ke depan berlaku selamanya. Peristiwa itu adalah penusukan terhadap mantan Menko Polhukam Wiranto, Kamis, 10 Oktober 2019. Pesannya jelas: radikalisme tidak surut dan pejabat tinggi negara bisa menjadi target.
Teror adalah buah dari radikalisme, dan radikalisme sering didahului oleh sikap intoleransi. Berkali-kali harian Kompas mewartakan hasil survei tentang intoleransi dari beberapa lembaga, seperti Setara Institut, Wahid Institut, UIN, LIPI, hasilnya tingkat intoleransi meningkat terus.
Survei dilakukan pada pelbagai golongan masyarakat: siswa-siswa SMU, mahasiswa, guru, dosen, dan sebagainya. Radikalisme ternyata telah merambah di pelbagai golongan masyarakat. Tidak hanya di SMU hingga perguruan tinggi—bahkan di perguruan tinggi negeri terkemuka—tetapi juga pegawai negeri dan BUMN. Ini sungguh fakta yang mengkhawatirkan.
Di sisi lain ada beberapa persoalan muncul. Badan Intelijen Negara (BIN), kepolisian, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah bekerja keras menanggulangi terorisme. Akan tetapi, misalnya BIN, tidak punya kewenangan menangkap kendati telah mengendus pelaku. Polisi juga harus punya dua alat bukti untuk menetapkan tersangka teroris.
Sikap masyarakat juga beragam terhadap radikalisme. Hal ini dapat dilihat dari tanggapan saat terjadi teror, misalnya tuduhan "setingan" atau "rekayasa aparat".
Lalu bagaimana? Harus diupayakan sikap bersama dalam menghadapi radikalisme, termasuk penguatan nilai-nilai Pancasila secara terus-menerus. Semoga.
BHAROTO, Jl Kelud Timur Semarang
Blangko KTP-el Kosong
Penunjukan Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri kita sambut baik. Apalagi, dalam pernyataan di hadapan jajaran birokrasi kementerian, Tito meminta para pegawai di lingkungan Kemendagri berani membuat terobosan kerja tanpa melanggar UUD 1945. Sudah seharusnya pegawai Kemendagri dan aparat sipil negara (ASN) di bawahnya memudahkan masyarakat seperti permintaan menteri.
Namun, di sisi lain, Mendagri dan jajarannya bisa menerima masukan dari masyarakat. Saat ini, berdasarkan info dari pihak kecamatan, terjadi kelangkaan blangko KTP-el yang sudah berlangsung lama, khususnya di Pemerintah Kota Bekasi.
Percuma meminta gagasan dan kerja besar kalau urusan KTP-el saja belum bisa diatasi.
A RISTANTO, Jatimakmur, Pondokgede, Bekasi
Klaim Asuransi
Dengan ini kami mohon bantuan pihak berwenang untuk memproses pencairan dana asuransi Bumiputera yang telah habis kontrak sejak Mei 2018. Hingga kini, hak kami itu belum juga dibayar.
Saya sudah coba berbagai cara, bertemu dengan agen dan juga dengan pihak berwenang di Bumiputera, yang ada hanya janji-janji. Padahal, dari status akhir proses klaim, pembayaran proses klaim disetujui pada 30 Mei 2018. Namun, sampai kini tak ditepati.
Saya merasa ditipu, apalagi uang yang saya tabung itu merupakan hasil jerih payah saya selama bertahun-tahun. Sekarang ketidakjelasan kapan uang itu keluar membuat kebutuhan perkuliahan anak menjadi korban.
Nomor polis saya adalah 208101006593 dengan nilai klaim Rp 11.746.690. Asuransi tersebut atas nama saya sebagai pemegang polis Yuventa Mone.
Bersama surat ini saya lampirkan bukti status akhir proses klaim dari pihak asuransi Bumiputera dan fotokopi KTP pemegang polis.
Yuventa Mone A, RT 007 RW 002, Kelurahan Nelle Urung,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar