Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 15 Desember 2020

Keteguhan dan Konsistensi Gunawan Wiradi (USEP SETIAWAN)


Memuat data...
ARSIP SAJOGYO INSTITUTE

Gunawan Wiradi

Gunawan Wiradi (GWR) beberapa hari lalu berpulang dalam usia 88 tahun. Indonesia kehilangan tokoh yang pantas dijuluki sebagai guru utama reforma agraria Indonesia.

Penulis pertama kali mengenalnya melalui bukuSetengah Abad Penguasaan Tanah (1983), buku yang ditulisnya bersama Prof Sediono Tjondronegoro sebagai bahan bacaan utama kami kuliah antropologi di Universitas Padjadjaran tahun 1991-1998. Saya beruntung, tahun 2008 diundang Pak Tjondro untuk menyumbang tulisan pada edisi revisi buku terbitan Yayasan Obor Indonesia ini. Penulis masih menyimpan surat pendek tulisan tangan GWR yang mewakili Pak Tjondro mengantarkan honor penulis salah satu Bab XI di buku itu.

Kira-kira tahun 1994, pertama kali berjumpa GWR di Bandung dalam pelatihan Serikat Petani Jawa Barat saat beliau narasumber dan penulis moderatornya. Beliau menjelaskan rinci dan sabar pentingnya organisasi tani dalam Reforma Agraria (RA). Organisasi tani atau organisasi rakyat ibarat jantung dari gerakan RA yang beliau tanamkan.

Karena tak bisa menghadiri Munas I KPA (1995), beliau mengirim makalah yang diseminarkan sebagai kegiatan pra-munas di kampus Unpad, Jatinangor. GWR menulis "agrarian reform by leverage" sebagai ideologi/strategi yang ditawarkan kepada Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Hingga kini, warisan GWR terus dirawat dan diaktualisasikan KPA.

Hingga kini, warisan GWR terus dirawat dan diaktualisasikan KPA.

Sumur ilmu

Setelah itu, penulis kerap jumpa dan menimba sumur ilmu GWR melalui seminar, lokakarya, diskusi, kursus, pelatihan, dan pertemuan lainnya. Perjumpaan berulang dalam acara yang dibuat KPA dan LSM lainnya atau dalam forum di pemerintahan.

Bersama GWR dan guru lainnya, penulis pernah melakukan perjalanan ke Eropa dan Amerika Latin (2006). Di Paris dan Belanda, kami mengikuti forum yang difasilitasi KPA dengan jaringan. GWR aktif memaparkan sejarah kolonialisme, masalah agraria dan RA sebagai jalan yang harus ditempuh agar Indonesia bisa benar-benar merdeka.

Di Porto Alegre, Brasil, kami menghadiri Konferensi Internasional Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan (FAO, 2006). Beliau aktif menyampaikan pemikirannya. Banyak kisah seru dalam perjalanan yang sulit dilupakan.

Memuat data...
DOKUMENTASI PRIADI TALMAN

Bedah buku GWR Jali Merah di Kedai Utan Kayu, Jakarta, 15 Agustus 2019. Hadir sebagai pembahas, Prof Ahmad Erani Yustika, Dr Asvi Warman Adam, dan Irwan Nurdin.

Dalam lima tahun terakhir, saat penulis bertugas di Kantor Staf Presiden, GWR sering menanyakan perkembangan kebijakan RA di dalam pemerintahan. Penulis menjelaskan kepada beliau apa yang diketahui. Beliau senantiasa menyampaikan kritik terhadap apa yang dilakukan pemerintah dan memberikan masukan. GWR juga kerap menasihati penulis untuk meluruskan hal-hal yang dianggapnya melenceng dari konsepsi RA sejati yang dipikirkannya. Penulis senang dan terbantu dengan kritik, masukan dan nasihat beliau.

Tak semua kritik GWR tepat atau persis seperti yang disampaikannya. Ada sejumlah hal strategis yang tidak atau belum mungkin dijalankan pemerintah. Hal ini mengingat posisi kami yang tak sekuat seperti diidealisasikan GWR, maupun karena politik di dalam pemerintahan yang kompleks dan rumit melebihi yang beliau bayangkan dari luar.

Kami berdua beberapa kali "berdebat" soal pilihan cara. Menurut saya, dalam banyak hal GWR terlalu idealis, penulis cenderung realis. GWR sering "mengecat langit", penulis cenderung simplistis. Tapi, akhirnya beliau berbesar hati. GWR bukan pemaksa pandangan. Perbedaan tak mengurangi kehangatan kami, seperti hubungan cucu dengan eyang ideologisnya.

GWR sering berseloroh, "Semua anak memiliki zamannya, dan semua zaman memiliki anaknya."

GWR sering berseloroh, "Semua anak memiliki zamannya, dan semua zaman memiliki anaknya." Umur kami terpaut setengah. Kami berbeda, tetapi bukan pada hal-hal prinsip, melainkan pada strategi dan taktik, pada metoda dan teknik menuju tujuan yang sama: RA sejati!

Politik agraria kini jadi batu-bata penyusun prasyarat sukses RA. Tiga dari 6 prasyarat yang sering dipaparkannya, "Di atas memperkuat komitmen politik, di bawah memperkuat gerakan rakyat, dan di tengah memperluas pemahaman RA sebagai solusinya."

Murid berbeda-beda

GWR nyaris tak ambil pusing dengan perbedaan pada murid-muridnya. Beliau sering menyampaikan, "Selama air sungai mengalir ke samudra, ia setia pada sumbernya." GWR menyatakan, "Biarkan bunga tumbuh warna-warni, itu memperindah taman sari revolusi."

Memuat data...
KOMPAS/NINA SUSILO

Presiden Joko Widodo berdialog dengan dua warga penerima lahan reforma agraria. Kamis (5/9/2019), di Taman Digulis Pontianak, pemerintah menyerahkan lahan dari tanah obyek reforma agraria (TORA) seluas lebih dari 19.000 hektar kepada 760 penerima di Kalimantan.

Beliau pandai berintermezo yang menyegarkan. Saat menyusun masukan bagi rancangan TAP MPR tetang Pembaruan Agraria di Bandung (2001), GWR berseloroh, "Di sini saya sebagai pengamat saja, bukan politisi atau peneliti. Karena politisi itu boleh bohong, tapi gak boleh salah. Peneliti boleh salah, tapi gak boleh bohong. Kalau pengamat? Ya, boleh bohong dan boleh salah, wong namanya saja pengamat kok." Tentu GWR tak pernah terlihat bohong. Argumentasinya kerap dilengkapi kerangka teori dan data yang dihafalnya di luar kepala.

GWR adalah pendukung setia UUPA No 5/1960. Beliau mengerti asbabun nuzul setiap pasal/ayat dalam UUPA. Saat mahasiswa (1950-an akhir), GWR jadi panitia "konsultasi publik" di IPB ketika UUPA berbentuk RUU. Bagi GWR, UUPA relavan dan penting dijalankan guna menuntaskan revolusi yang belum selesai. GWR menolak penghapusan UUPA, sampai akhir hayatnya. Kita tahu, 32 tahun UUPA dipeti-eskan Soeharto. Kini, UUPA dikepung berbagai UU yang tak selalu kongruen dengan semangat Proklamasi 1945.

Kini, UUPA dikepung berbagai UU yang tak selalu kongruen dengan semangat Proklamasi 1945.

Beliau guru besar bagi kami semua. Ketika musim pandemi Covid-19 tiba, GWR menyebut dirinya telah berubah menjadi "Semar" alias mesem-mesem di kamar. Maklum, di usia 88 tahun yang beliau sebut kaum "kunonial"—untuk menyaingi istilah kaum milenial—jadi "Semar" untuk menghindari sergapan virus mematikan itu.

Penulis selalu berkirim tulisan lewat WA. Ini kutipan respons GWR: "Tulisanmu di Kompashari ini. Kau nyindir Menteri ATR/BPN ya? Bagus! (9/10/19)." Yang lain, "Terima kasih Usep. Uraianmu cukup bagus dilihat dari idemu. Saya memahami posisimu sebagai Staf KSP. Sehingga bahasa yang digunakan sehalus mungkin. UUD 1945 yang utuh tinggal mukadimahnya saja." GWR berpesan, "Yang perlu diluruskan juga adalah istilah 'redistribusi'. Dalam konteks RA yang genuine, itu artinya menata ulang sebaran. Bukan sekedar bagi-bagi tanah. Perpres 86/2018 rancunya di situ (12/5/20)." Semuanya lugas.

Memuat data...
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika (kanan), Senin (6/1/2020), di Jakarta, menyampaikan isi Catatan Akhir Tahun 2019: Dari Aceh Sampai Papua; Urgensi Penyelesaian Konflik Struktural dan Jalan Pembaruan Agraria ke Depan.

Ilmu dan teladan

GWR memberi tips hidup sehat, kurang lebih: "Setiap bangun pagi, begitu turun dari tempat tidur gerakan tangan, kaki, leher, dan pinggang. Lalu minum air putih hangat sebanyaknya. Lalu gerakan lagi badan 10-15 menit. Kemudian pergilah ke kamar kecil untuk BAB. Setelah itu, baru ngopi (dan merokok), juga sarapan pagi sesuka hati. Anda pasti sehat."

Terbukti, beliau bisa mencapai usia 88 tahun (sebagai perokok aktif) dalam kondisi yang relatif lebih sehat di atas rata-rata orang sesepuh beliau. Terima kasih atas ilmu dan tauladan yang telah Bapak goreskan. Keteguhan pada prinsip dan tujuan perjuangan kerakyatan Bapak, serta konsistensi dalam mengamalkannya jadi warisan Bapak yang abadi.

Ilmu dan amal yang Bapak bagikan niscaya jadi ladang pahala yang akan terus mengalir ke sungai indah di tempat keabadianmu. Kami akan berusaha sekuat mungkin untuk meneruskan perjuanganmu dalam menghadirkan keadilan agraria bagi kaum kecil, khususnya petani miskin dan orang-orang melarat di desa yang kau sayangi di Tanah Air tercinta ini.

Usep SetiawanTenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, dan Majelis Pakar Konsorsium Pembaruan Agraria

Kompas, 9 Desember 2020

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger