Harapan itu tentu saja mimpi semua anak bangsa. Secara ideologis, ia mewujud bersamaan dengan ditegakkannya Trisakti (berdaulat secara politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan). Dalam konteks ini, saya sepakat dengan Pak Widada BW, seorang rakyat yang menelepon penulis dan mengatakan bahwa Trisakti sejatinya adalah sebuah strategi. Tanpa semangat Trisakti, ranah politik, ekonomi, dan kebudayaan kita mudah ditundukkan oleh kepentingan-kepentingan rakus yang menyerang republik.
Sehubungan dengan hal tersebut, situasi politik tahun ini secara prediktif relatif stabil sehingga dapat menjadi modal pemerintah guna mengimplementasikan program pembangunan yang sudah disusun.
Faktor yang membuat situasi politik relatif tenang adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014, pilkada serentak akan dilaksanakan pada Desember 2015. Jika perppu itu diperbaiki, akan ada 304 pilkada yang berlangsung pada awal 2016.
Maknanya, tidak ada partai politik yang akan keras kepala dan memelihara konflik internal mereka berlama-lama. Apabila itu terjadi, nasib mereka akan digulung sejarah. Mereka tidak akan bisa mengikuti pilkada karena kepengurusan ganda. Bahkan, kalau secara legal formal pemerintah mengakui kepengurusan ganda, konflik kepengurusan di akar rumput tak terhindarkan. Akibatnya, konstituen akan mengalihkan preferensi dukungannya ke partai lain.
Itulah yang akan berlaku jika Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tetap memelihara keterbelahan internal mereka. Oleh sebab itu, secara hipotesis, pada kuartal pertama tahun ini, perpecahan dalam tubuh kedua partai tersebut akan meredup. Kalaupun masih ada ganjalan dan ketidakpuasan, politisi kedua partai akan menahan diri. Baik kubu Aburizal Bakrie maupun Agung Laksono akan lebih sering duduk bersama meskipun dengan hati mendongkol dan menyusun langkah menuju konsolidasi internal. Hal sama akan dilakukan kubu Romahurmuziy dan Djan Faridz.
Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) yang menggelar kongres pada 28 Februari-2 Maret 2015 diduga tidak akan mengalami perpecahan serius. Perdebatan yang sekarang mencuat antara kubu Hatta Rajasa dan Zulkifli Hasan pada dasarnya tak lebih dari asap yang segera sirna pada saatnya. Dengan bahasa lain, meskipun Amien Rais memberikan dukungan penuh kepada Zulkifli Hasan, dan ini tentu mengecewakan kubu Hatta Rajasa, hal itu tidak akan membuat kedua kubu berbenturan seperti yang terjadi pada Golkar dan PPP. Singkatnya, PAN secara umum akan aman-aman saja setelah Kongres IV di Bali nanti.
Selain ketiga partai tersebut, kondisi partai lain dalam Koalisi Merah Putih (KMP) boleh disebut solid. Partai Demokrat tidak menunjukkan gelagat yang mengarah pada konflik internal sehingga Susilo Bambang Yudhoyono diperkirakan akan mulus menjadi ketua umum. Adapun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sejauh ini tidak menunjukkan gejolak apa pun.
Meski demikian, tidak berarti jalan konsolidasi yang sedang dijalani Golkar dan PPP serta soliditas partai-partai lain anggota KMP akan berhubungan lurus dengan kesepakatan dalam mengusung calon kepala daerah pada pilkada serentak nanti. Secara teoretis, pimpinan partai bisa mengatakan bahwa mereka akan bersepakat untuk mengusung calon kepala daerah yang mempunyai peluang tinggi untuk menang. Akan tetapi, di tingkat daerah, para kader dari partai masing-masing akan ribut sendiri.
Setiap struktur partai di daerah akan mengklaim bahwa tokoh mereka yang paling populer. Masing-masing akan memakai jajak pendapat sebagai dasar klaim. Di sini terbuka daerah abu-abu, jika tidak boleh disebut lorong gelap, yaitu transaksi politik di tingkat lokal. Mereka bersepakat pada satu figur bukan karena kualitas, kapabilitas, dan keutamaan politik, melainkan pada kemampuannya memberikan insentif kepada kader-kader dari partai lain yang semula berkehendak maju dalam pilkada. Politik uang berpotensi merebak di sini.
Kesulitan anggota KMP untuk bersepakat mengusung seorang calon kepala daerah juga bisa diidentifikasi dari langkah Akbar Tandjung yang mendukung Aburizal Bakrie dan Agung Laksono yang menemui Presiden Jokowi. Mereka mengeluarkan pernyataan mendukung pemerintah. Sikap itu tentu akan diikuti oleh struktur partai di daerah. Dalam konteks pilkada serentak, kecenderungannya adalah Golkar akan lebih suka mencalonkan figur yang berasal dari partai sendiri. Praksis yang sama kemungkinan akan dilakukan PPP.
Mencermati dinamika anggota KMP tersebut, pemerintah saat ini mempunyai keleluasaan untuk mengambil langkah progresif dalam implementasi kebijakan. Oleh sebab itu, jalan menuju konsolidasi pemerintahan yang kokoh dan efektif perlu segera ditempuh (
Tidak ada komentar:
Posting Komentar