Charlie Hebdo
Aksi itu bisa dipastikan membuat citra Islam dan kaum Muslimin kian tercemar, tidak hanya di Perancis, tetapi juga di kawasan Eropa lain, Amerika, dan dunia lebih luas. Walau pelakunya adik kakak, Cherif Kouachi (32) dan Said Kouachi (34), dan Hamyd Mourad adalah warga kelahiran Perancis yang berbicara bahasa Perancis tanpa aksen, yang menonjol dalam pemberitaan media dunia adalah bahwa mereka Muslim.
Aksi terorisme di Paris patut menjadi peringatan bagi seluruh aparat pemerintah dan warga Indonesia, khususnya umat Islam Wasathiyah (jalan tengah), yang jauh dari ekstremisme dan radikalisme. Peristiwa Paris dapat menjadi pelajaran, di negara maju sekalipun, dengan pengamanan sangat ketat, tetap saja ada orang yang ingin menghancurkan kemanusiaan dan peradaban.
Potensi teror juga masih cukup besar di Tanah Air. Kepala BIN Marciano Norman menyatakan, setiap ada insiden terkait teroris di negara lain, (kelompok dan sel teror di Indonesia) biasa memanfaatkan. "Biasanya kelompok teroris (di Indonesia) melakukan aksinya setelah terjadi serangan (teroris) di satu negara atau daerah tertentu".
Masih gentayangannya kelompok dan sel teror di Indonesia terindikasi dari
Meski pejabat tinggi seperti Wapres Jusuf Kalla melunakkan (
Gejala meningkatnya geliat kelompok dan sel teroris itu bisa disimak dari aksi Polri/ Densus 88 terhadap sejumlah orang yang terduga terorisme dalam dua bulan terakhir. Densus 88 melakukan aksi antara lain penangkapan terduga teroris AM di Banyuwangi (22/12/2014) serta DK di Sukoharjo dan TS di Lamongan (23/12/2014), penahanan 12 orang (15/12/2014) dan enam orang lainnya di Bandara Soekarno-Hatta yang diduga mau bergabung dengan NIIS (27/12/2014), penangkapan dua terduga teroris di Bima (8/1/2015), serta penembakan sampai tewas satu orang dan penangkapan dua terduga teroris Poso di Luwu Utara (10/1/2015).
Melihat peningkatan aktivisme kelompok dan sel teror di Indonesia, penanganannya jelas tidak memadai dengan hanya mengandalkan aparat keamanan. Perlawanan terhadap terorisme harus merupakan agenda semesta pemerintah dan warga. Seluruh warga perlu meningkatkan sikap waspada (
Banyak kalangan luar menilai Indonesia mendapat berkah sangat bernilai dari Allah; tidak hanya kekayaan alam dan sosial budayanya, tetapi juga dengan Islam Wasathiyah-nya. Dalam dua konferensi tentang hubungan Arabia-Asia dan Arabia-Asia Tenggara pada pekan pertama Januari 2015—penulis juga menjadi narasumber—para pembicara non-Indonesia melihat Islam Wasathiyah Indonesia dengan lingkungan agama dan sosial-budayanya yang hidup berdampingan damai memberikan lebih banyak peluang dan janji mengantarkan umat Islam beserta umat lain ke alam kemajuan.
Di tengah audiens Arab di kedua konferensi itu, penulis mengemukakan ortodoksi Islam Indonesia—yakni teologi Asy'ariyah, fikih mazhab Syafi'i, dan tasawuf Ghazali- an—bukan lahan subur bagi radikalisme anutan kelompok Salafis, Wahabi, Neo-Khawarij, dan jihadis. Aliran ini terlalu literal, kering, dan keras bagi banyak Muslim Indonesia yang senang mempraktikkan Islam berbunga-bunga (
Meski demikian, Muslim Wasathiyah Indonesia pemegang teguh ortodoksi Islam Indonesia, yang diwakili ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan banyak ormas semacamnya, tetap perlu diperkuat. Mereka telah tegas menyatakan terorisme—seperti terakhir dilakukan NIIS dan Kouachi bersau- dara—bukan jihad. Aksi terorisme mereka mencemarkan Islam dan kaum Muslim.
Penguatan itu kini kian diperlukan ketika seorang Abu Jandal al-Tamimi al-Yamani al-Indonesia, misalnya, mengancam lewat Youtube untuk menghancurkan TNI, Polri, dan Banser Ansor NU. Meski ancaman itu absurd, tetap saja umat Islam Wasathiyah beserta pemerintah dan aparat keamanan wajib meningkatkan kewaspadaan.
- Azyumardi Azra Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar