Kamis (12/3), Komisi Anti Korupsi Nasional Thailand berupaya agar 250 eks anggota Parlemen Thailand dimakzulkan. Pertanyaannya, kenapa ke-250 eks anggota Parlemen Thailand itu harus dimakzulkan. Oleh karena, sesungguhnya, semua anggota Parlemen Thailand sudah tidak aktif. Sejak kudeta militer 22 Mei 2014, Parlemen Thailand digantikan oleh Majelis Legislatif Nasional bentukan militer.
Pertanyaannya, jika sudah tidak aktif lagi, mengapa harus dimakzulkan? Apalagi, upaya Komisi Anti Korupsi Nasional untuk memakzulkan ke-250 eks anggota Parlemen Thailand pendukung mantan PM Yingluck Shinawatra itu akan ditentukan oleh Majelis Legislatif Nasional lewat pemungutan suara.
Dugaan sementara adalah militer ingin menyingkirkan tokoh-tokoh pendukung mantan PM Yingluck Shinawatra dari panggung politik Thailand sehingga dalam pemilihan umum yang kemungkinan baru akan diselenggarakan tahun 2016, militer bisa meraih suara mayoritas.
Semula, PM Prayuth Chan-ocha, yang memimpin kudeta 2014, menjanjikan akan mengadakan pemilihan umum pada 2015, tetapi kemudian direvisi menjadi tahun 2016. Militer tampaknya belum sepenuhnya yakin keluarga Shinawatra dan pendukungnya dapat dikalahkan.
Pemakzulan 250 eks anggota Parlemen Thailand dimaksudkan untuk memotong habis kiprah keluarga Shinawatra dan pendukungnya dari panggung politik Thailand. Sebab, jika upaya pemakzulan itu disetujui, mereka akan dilarang berpolitik selama lima tahun. Sebelumnya, mantan PM Yingluck dikenai larangan berpolitik selama lima tahun, dan ia juga terancam hukuman penjara maksimum 10 tahun.
Kiprah keluarga Shinawatra di panggung politik Thailand memang fenomenal. Diawali oleh PM Thaksin Shinawatra yang terpilih tahun 2001. Ia dikudeta pada 19 September 2006 karena dianggap korup dan menyalahgunakan kekuasaan. Sejak saat itu, ia tinggal di pengasingan, walaupun pengaruhnya di Thailand tetap besar. Tahun 2011, adik perempuannya, Yingluck Shinawatra, terpilih menjadi PM. Ia dikudeta tahun 2014.
Jika keluarga Shinawatra dan pendukungnya terus ditekan, dikhawatirkan akan muncul perlawanan dari warga masyarakat yang belum sepenuhnya dapat menerima pengambilalihan kekuasaan secara paksa oleh militer. Jika itu terjadi, ada potensi Thailand akan menghadapi krisis baru. Tanda-tanda ke arah sana sudah ada, tetapi militer mengancam dengan darurat militer. Kita berharap militer dapat menahan diri dengan tidak melakukan tindakan yang mendorong terjadinya krisis baru.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Semoga Tak Ada Krisis Baru"
Kamis (12/3), Komisi Anti Korupsi Nasional Thailand berupaya agar 250 eks anggota Parlemen Thailand dimakzulkan. Pertanyaannya, kenapa ke-250 eks anggota Parlemen Thailand itu harus dimakzulkan. Oleh karena, sesungguhnya, semua anggota Parlemen Thailand sudah tidak aktif. Sejak kudeta militer 22 Mei 2014, Parlemen Thailand digantikan oleh Majelis Legislatif Nasional bentukan militer.
Pertanyaannya, jika sudah tidak aktif lagi, mengapa harus dimakzulkan? Apalagi, upaya Komisi Anti Korupsi Nasional untuk memakzulkan ke-250 eks anggota Parlemen Thailand pendukung mantan PM Yingluck Shinawatra itu akan ditentukan oleh Majelis Legislatif Nasional lewat pemungutan suara.
Dugaan sementara adalah militer ingin menyingkirkan tokoh-tokoh pendukung mantan PM Yingluck Shinawatra dari panggung politik Thailand sehingga dalam pemilihan umum yang kemungkinan baru akan diselenggarakan tahun 2016, militer bisa meraih suara mayoritas.
Semula, PM Prayuth Chan-ocha, yang memimpin kudeta 2014, menjanjikan akan mengadakan pemilihan umum pada 2015, tetapi kemudian direvisi menjadi tahun 2016. Militer tampaknya belum sepenuhnya yakin keluarga Shinawatra dan pendukungnya dapat dikalahkan.
Pemakzulan 250 eks anggota Parlemen Thailand dimaksudkan untuk memotong habis kiprah keluarga Shinawatra dan pendukungnya dari panggung politik Thailand. Sebab, jika upaya pemakzulan itu disetujui, mereka akan dilarang berpolitik selama lima tahun. Sebelumnya, mantan PM Yingluck dikenai larangan berpolitik selama lima tahun, dan ia juga terancam hukuman penjara maksimum 10 tahun.
Kiprah keluarga Shinawatra di panggung politik Thailand memang fenomenal. Diawali oleh PM Thaksin Shinawatra yang terpilih tahun 2001. Ia dikudeta pada 19 September 2006 karena dianggap korup dan menyalahgunakan kekuasaan. Sejak saat itu, ia tinggal di pengasingan, walaupun pengaruhnya di Thailand tetap besar. Tahun 2011, adik perempuannya, Yingluck Shinawatra, terpilih menjadi PM. Ia dikudeta tahun 2014.
Jika keluarga Shinawatra dan pendukungnya terus ditekan, dikhawatirkan akan muncul perlawanan dari warga masyarakat yang belum sepenuhnya dapat menerima pengambilalihan kekuasaan secara paksa oleh militer. Jika itu terjadi, ada potensi Thailand akan menghadapi krisis baru. Tanda-tanda ke arah sana sudah ada, tetapi militer mengancam dengan darurat militer. Kita berharap militer dapat menahan diri dengan tidak melakukan tindakan yang mendorong terjadinya krisis baru.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Maret 2015, di halaman 6 dengan judul "Semoga Tak Ada Krisis Baru"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar