Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 22 Juli 2015

TAJUK RENCANA: Mudik yang Lebih Produktif (Kompas)

Uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan Lebaran diperkirakan Rp 125,2 triliun, sebagian besar ditengarai habis untuk belanja konsumtif.

Penggunaan uang untuk hal bersifat konsumtif, terutama pangan dan sandang, bisa dipahami. Idul Fitri adalah puncak dari berpuasa sebulan penuh sehingga dalam tradisi masyarakat kita dirayakan dengan menyediakan hidangan istimewa.

Tradisi yang juga berkembang adalah berpakaian istimewa—tidak wajib membeli pakaian baru, apalagi mewah—sebagai tanda kegembiraan dan penghormatan kepada sanak saudara yang berkunjung atau kita kunjungi.

Lebaran adalah saat pulang kampung, bertemu dengan orangtua, handai tolan, dan tetangga di kampung setelah setahun merantau. Tak sedikit yang merasa mudik tidak sekadar untuk bermaafan dan menyambung silaturahim, tetapi juga menunjukkan keberhasilan selama di perantauan.

Ekspresi keberhasilan dan kegembiraan itu muncul dalam berbagai bentuk, salah satunya berbagi rezeki. Dapat dengan membagikan uang tunai, bisa pula dengan membelikan barang-barang yang dianggap hanya ada di kota. Tak heran jika membelikan sepeda motor, telepon seluler, dan televisi yang menjadi simbol gengsi dan kehidupan modern kota menjadi pilihan untuk dibagikan di kampung. Harian ini bahkan pernah melaporkan, penjualan mobil menjelang mudik meningkat karena mobil menjadi simbol keberhasilan selama jauh dari kampung halaman.

Secara nasional, konsumsi barang dan jasa masyarakat menjadi penyumbang lebih dari separuh ekonomi nasional. Bagi sebagian besar pengusaha barang dan jasa, Lebaran menjadi saat mendapat penghasilan terbesar selama setahun. Yang perlu menjadi perhatian, apabila barang dan jasa yang dikonsumsi adalah produk impor sehingga kurang memberikan manfaat bagi ekonomi nasional.

Pengeluaran masyarakat yang sedemikian besar untuk keperluan Lebaran memunculkan berbagai inisiatif lokal untuk memanfaatkan dana kolektif warga menjadi kegiatan lebih produktif membangun desa.

Kita mendengar semboyan marsipature hutanabe yang dimulai pada masa Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar atau pulang basamo di Sumatera Barat, mengajak masyarakat yang pulang dari merantau membangun desa. Inisiatif seperti ini belakangan muncul dari sejumlah pemerintah daerah dan masyarakat sendiri. Undang-Undang Desa yang memungkinkan pembentukan badan usaha milik desa, investasi di desa, dan pemberian hibah tak mengikat bagi desa dapat menjadi jalan warga ikut membangun desa.

Yang diperlukan, arahan pemerintah dan tokoh masyarakat untuk membangkitkan semangat membangun desa dan menghilangkan kesan seolah pemerintah menyerahkan tanggung jawab kepada masyarakat. Intinya, semangat Lebaran dan mudik seyogianya juga dimaknai sebagai membangun rasa saling percaya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Juli 2015, di halaman 6 dengan judul "Mudik yang Lebih Produktif".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger