Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 21 Juli 2016

Subsidi Transjakarta//Tanggapan Kementerian LHK (Surat Pembaca Kompas)

Subsidi Transjakarta

Subsidi Rp 3,2 triliun untuk biaya operasional PT Transjakarta dari Pemprov DKI Jakarta siap dikucurkan (Kompas, 9/6) guna memperluas layanan transjakarta.

Perluasan operasional ke kota-kota satelit Jakarta adalah terobosan yang amat ditunggu. Dengan peningkatan kapasitas dan jangkauan pelayanan, masyarakat tentu mau beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.

Namun, dalam berita Kompas (10/6), Dinas Perhubungan DKI mengatakan, transjakarta belum bisa melayani hingga ke Bogor tahun ini karena perlu anggaran Rp 108 miliar per tahun akibat jarak tempuh mencapai 120 kilometer. Padahal, banyak warga Bogor (Ciawi-Bubulak-Cibinong) beraktivitas di Jakarta.

Untuk itu, saya mengusulkan beberapa hal. Pertama, Pemprov DKI tetap mengoperasikan transjakarta Jakarta-Bogor yang berjarak tempuh 120 kilometer dengan tarif Rp 8.000-Rp 10.000 sehingga besaran subsidi lebih kecil. Tarif tersebut relatif masih terjangkau, mengingat jarak tempuh dan kenyamanan penumpang bus.

Kedua, apabila tidak memungkinkan menyediakan transjakarta dari Bogor sampai Jakarta (Blok M, Grogol, Senen, Tanjungpriok), ada bus feeder yang melayani Bogor sampai Jakarta dengan UKI sebagai shelter transit transjakarta.

Agar operasional transjakarta lebih efisien di jalan tol, terapkan sistemcontra flow di pagi hari Bogor-Jakarta dari titik pemberangkatan sampai Pintu Tol Cawang Cililitan. Dengan demikian, bus melaju dengan kecepatan normal.

Ketiga, bus transjakarta Jakarta-Bogor memerlukan jumlah tempat duduk memadai sebab berjarak jauh, 120 kilometer, sampai di Grogol. Masih dijumpai dalam bus reguler eks APTB penumpang duduk di lantai bus karena lelah berdiri, terutama kaum ibu dan anak-anak.

Apabila memungkinkan, siapkanlah bus gandeng dengan jumlah tempat duduk yang memadai.

MAJU HUTAJULU, JALAN MAYOR OKING JAYAATMADJA, PERUM PERUMAHAN CIRIUNG CEMERLANG, CIBINONG, BOGOR

Tanggapan Kementerian LHK

Terkait surat pembaca berjudul "Tas Plastik Berbayar" oleh M Fatony (Kompas,11/7), kami sampaikan tanggapan berikut.

Ketentuan mengenai tas plastik berbayar sesuai surat edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun Nomor S1230/ PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan kantong plastik berbayar. Ini adalah salah satu strategi pengurangan sampah, terutama sampah plastik. Kementerian LHK mengembangkan strategi pengelolaan sampah terpadu secara bertahap, misalnya program Bank Sampah yang mendorong pemilahan sampah di hilir.

Kebijakan tidak memberikan gratis kantong plastik adalah esensi polluters pays principle, yang menyatakan bahwa setiap orang harus bertanggung jawab atas kemungkinan pencemaran dan beban lingkungan akibat sampah yang dihasilkannya. Kebijakan ini mengajak masyarakat untuk aktif peduli lingkungan, dengan belanja bijak membawa kantong belanja sendiri.

Kantong plastik biodegradable sebagai solusi pengurangan sampah plastik belum menyelesaikan permasalahan. Sebab menurut laporan Program Lingkungan PBB (UNEP), plastik jenis itu menimbulkan dampak terhadap kehidupan biota laut.

Alasan kebijakan tas plastik berbayar dimulai dari toko ritel anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) adalah yang paling memungkinkan karena mudah dipantau. Beberapa daerah bahkan sudah menerapkan dalam segmen yang lebih luas, seperti pasar tradisional.

Kebijakan pengurangan kantong plastik sudah dirancang dengan koordinasi multipihak. Selain Aprindo, juga melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Bupati/Wali Kota. Momentumnya adalah peringatan Hari Peduli Sampah di Jakarta, 21 Februari 2016, dan penandatanganan komitmen bersama untuk sosialisasi dan uji coba kantong plastik berbayar di 23 kota saat peringatan Hari Peduli Sampah di Makassar.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berterima kasih dan menghargai masukan dari masyarakat untuk perbaikan secara berkelanjutan.

NOVRIZAL, KEPALA BIRO HUMAS SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Juli 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger