Cari Blog Ini

Bidvertiser

Minggu, 17 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Perbaiki Pengawasan Vaksin (Kompas)

Pemerintah akhirnya membuka nama rumah sakit dan tenaga kesehatan penerima vaksin palsu, tiga minggu setelah kasus pertama kali diungkap.

Pengungkapan 14 nama rumah sakit, 6 bidan, dan 2 klinik penerima vaksin palsu oleh Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (14/7), menjawab sebagian pertanyaan masyarakat.

Langkah mengungkap nama rumah sakit dan tenaga kesehatan yang terlibat patut diapresisasi. Kita juga mengapresiasi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI yang mengungkapkan praktik vaksin palsu pada Rabu (22/6). Kita juga memahami kecemasan dan kemarahan orangtua yang anaknya diduga mendapat vaksin palsu.

Namun, kita menginginkan pemerintah menjelaskan lebih lanjut luasan penyebaran vaksin palsu mengingat pembuatan dan pendistribusian terjadi sejak tahun 2003.

Pemerintah baru menyebut nama-nama rumah sakit dan tenaga kesehatan atau klinik di sekitar Jakarta. Bareskrim pada akhir Juni menyebutkan, para tersangka mengakui vaksin palsu beredar di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Medan (Sumatera Utara), Padang (Sumatera Barat), dan Aceh selain Jakarta.

Kepastian lain yang harus dengan jelas dan terkomunikasikan dengan baik ke masyarakat adalah janji pemerintah memberi vaksin ulang. Informasi yang diperlukan menyangkut siapa yang mendapat vaksin ulangan dan risiko atau manfaat ulangan tersebut.

Pembuatan vaksin di dalam negeri dilakukan Biofarma, yang sudah mengekspor produk vaksinnya ke lebih 100 negara, menunjukkan jaminan kualitas. Kemenkes juga sudah menetapkan jalur distribusi resmi hingga ke fasilitas kesehatan milik pemerintah. Hal ini berkaitan dengan program pemerintah mewajibkan setiap anak mendapat imunisasi polio, difteri-pertusis-tetanus, BCG untuk mencegah tuberkulosis, hepatitis B, dan campak.

Terungkapnya praktik pemalsuan vaksin menimbulkan gugatan mengenai tanggung jawab pemerintah. Lamanya praktik pemalsuan mengindikasikan lemahnya kelembagaan pengawasan.

Keadaan ini wajib diperbaiki. Harus ada sistem pengawasan yang jelas dan ketat tanpa toleransi kesalahan, mulai dari produksi, distribusi, hingga pemberian imunisasi pada anak. Hal ini menjadi tuntutan karena dampak imunisasi pada kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa bersifat jangka panjang.

Urusan kesehatan, sama seperti pangan, adalah investasi pada sumber daya manusia yang bersifat jangka panjang. Apakah pembentukan modal manusia tersebut akan menjadi aset atau beban bagi bangsa pada masa depan ditentukan oleh hasil kerja hari ini.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Perbaiki Pengawasan Vaksin".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger