Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 14 Juli 2016

TAJUK RENCANA: Warisan Persoalan bagi Theresa May (Kompas)

Menteri Dalam Negeri Inggris Theresa May (59) merupakan perempuan kedua di Inggris yang menjadi perdana menteri setelah Margaret Thatcher.

Ia berhasil menjadi ketua Partai Konservatif setelah melewati drama politik yang panjang pasca referendum Brexit pada 23 Juni lalu. Berakhir sudah era PM Inggris David Cameron, yang apa boleh buat, akan dikenang dalam sejarah sebagai era keluarnya Inggris dari blok Uni Eropa. May akan melanjutkan "warisan" Cameron berupa rentetan persoalan pelik pasca Brexit. Di bidang ekonomi, May harus mampu menenangkan pasar keuangan dan mendongkrak kurs poundsterling. Inggris juga harus memulai dari awal negosiasi dengan Uni Eropa untuk memiliki akses ke pasar tunggal Eropa.

Di bidang politik, Skotlandia dan Irlandia Utara sudah menyatakan niatnya untuk lepas dari Inggris karena ingin tetap berada di Uni Eropa. Skotlandia ingin menjadi negara merdeka, dan Irlandia Utara ingin bersatu dengan Republik Irlandia di Selatan. Keduanya menuntut referendum.

Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon mengirim pesan kepada May bahwa Skotlandia akan menggunakan semua opsi untuk mempertahankan posisinya di UE. Demikian juga Presiden Sinn Fein, Gerry Adams, yang dalam tulisannya di The New York Times (12/7) menyatakan, "Sinn Fein percaya akan persatuan Irlandia." Rakyat Irlandia, tulisnya, akan menentukan melalui cara demokratis, apakah akan tetap bersama Inggris atau bergabung dengan Irlandia.

May setidaknya sudah mengajak rakyat Inggris untuk menerima kenyataan bahwa "Brexit adalah Brexit". Dengan kata lain, ia siap menyelesaikan semua persoalan dari titik ini. Namun, negosiasi dengan UE tampaknya bakal tersendat. UE menuntut Inggris secepatnya menjelaskan posisinya dengan mengaktifkan Pasal 50 Traktat Lisabon, yang merupakan langkah formal perceraian dengan UE.

Setelah traktat diaktifkan, proses negosiasi akan berlangsung maksimum dua tahun. UE beranggapan, semakin lama Inggris menunda proses perceraian, dampaknya akan buruk bagi ekonomi Eropa. Namun, May menegaskan, dirinya baru akan memulai negosiasi awal tahun depan.

Masalah lain terkait akses ke pasar tunggal Eropa. UE mensyaratkan adanya pergerakan bebas "jasa, modal, barang, dan orang" sebagai satu paket. Artinya, siapa pun yang ingin memiliki akses ke pasar tunggal, warga UE bebas tinggal dan bekerja di negara tersebut.

Masalahnya, Inggris ingin punya akses ke pasar Eropa, tetapi menolak syarat itu. Alasannya, pembatasan pekerja migran Eropa ataupun non-Eropa menjadi topik utama kampanye kubu Brexit dalam referendum lalu. May menyatakan akan membatasi kedatangan migran ke Inggris.

Ketangguhan May akan diuji dalam tarik-menarik ini. Melihat peliknya persoalan, gonjang-ganjing di Eropa sepertinya masih akan berlanjut panjang.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juli 2016, di halaman 6 dengan judul "Warisan Persoalan bagi Theresa May".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger