Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 22 Agustus 2016

Potret Buram Rakyat Suriah (Kompas)

Nasib Omran Daqneesh, bocah korban perang Suriah, memu- kul-mukul dan menggetarkan banyak hati masyarakat dunia yang masih memiliki hati.

Akan tetapi, benar apa yang dikatakan seorang dokter di Aleppo, kota di Suriah utara yang kaya akan warisan budaya manusia tetapi kini hancur luluh berantakan karena perang. Dokter itu benar, "meneteskan air mata saja ketika membaca kisah Omran tidaklah cukup".

Penderitaan tidak cukup hanya ditangisi. Omran (5) yang diselamatkan dari reruntuhan gedung yang hancur karena perang pun sudah tidak memiliki air mata lagi. Bocah kecil yang wajahnya diselimuti debu dan darah itu sudah kehabisan air mata; air mata derita. Bahkan, kata- kata pun tidak keluar dari mulutnya. Semuanya tersimpan dalam hati bocah kecil itu.

Perang—di Suriah sudah berlangsung lima tahun dengan korban demikian banyak, lebih kurang 290.000 jiwa dan 4.500 di antaranya anak-anak, jutaan orang mengungsi dan tak kurang dari sejuta orang mempertaruhkan nyawanya menyeberang ke Eropa serta sekitar 4.000 orang tewas tenggelam di laut—memang membunuh semuanya; menghancurkan tidak hanya bangunan, tidak hanya fasilitas infrastruktur, tetapi juga telah menghancurkan perasaan para petinggi di negeri itu. Tidak hanya para petinggi di Suriah, tetapi juga para petinggi di banyak negara yang terlibat dalam perang.

Terhadap penderitaan rakyatnya, para pemimpin Suriah sudah tidak merasakan lagi. Mereka masih terus sibuk memperebutkan kekuasaan. Mereka terus berusaha untuk saling menghancurkan. Mereka saling berperang dengan mengatasnamakan banyak hal: atas nama persatuan dan kesatuan nasional, atas nama etnis, atas nama agama, atas nama masa depan, dan tentu atas nama keserakahan.

Hingga kini, tidak seorang pun—termasuk para pemimpin negara-negara adikuasa, para pemimpin PBB, dan para pemimpin berbagai kelompok yang saling berperang di Suriah—yang dapat meramalkan, yang dapat mengatakan kapan perang akan berakhir. Krisis di Suriah sudah demikian ruwet, ada banyak kepentingan di sana yang satu sama lain saling bertabrakan. Apa kepentingan Rusia terlibat dalam perang di Suriah? Apa kepentingan Iran juga menceburkan diri? Apa kepentingan Amerika Serikat? Dan, apa kepentingan negara-negara Eropa serta Arab melibatkan diri dalam perang di negeri Syam itu? Kalau kepentingan mereka sama: menyingkirkan angkara murka, kekerasan, kezaliman, ketidakberadaban, dan penderitaan, tentu mereka bisa bersatu sikap dan tindakan demi terwujudnya perdamaian dan kedamaian.

Akan tetapi, nyatanya kepentingan mereka berbeda-beda. Akibatnya, rakyat Suriahlah yang semakin menderita, kehilangan masa depannya. Omran Daqneesh hanyalah salah satu wajah Suriah yang mewakili kesuraman itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Agustus 2016, di halaman 6 dengan judul "Potret Buram Rakyat Suriah".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger