Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 19 September 2016

Menilai Inpres Proyek Strategis Nasional (W RIAWAN TJANDRA)

Inpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dinilai kontroversial. Bahkan, ada yang mengaitkan dengan semakin langkanya penindakan kasus-kasus korupsi di sejumlah daerah dengan substansi inpres tersebut.

Dalam konteks hukum administrasi negara, inpres dapat digolongkan sebagai salah satu varian dari sarana administrasi pemerintah yang dikenal sebagai peraturan kebijakan (policy rule). Peraturan  kebijakan hanya merupakan perwujudan tertulis dari diskresi pemerintah dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan. Ia tak lebih hanya sarana komunikasi antarjabatan pemerintahan di lingkungan administrasi pemerintahan.

Peraturan kebijakan tak dapat menjadi bagian dari hierarki perundang-undangan sehingga daya mengikatnya terbatas, hanya mengikat di lingkungan internal pemerintah dan tak memiliki daya mengikat keluar secara langsung. Dengan demikian, sebuah peraturan kebijakan tak mungkin mengalahkan kekuatan mengikat dari sebuah undang-undang.

Substansi inpres yang dinilai kontroversial, misalnya, terdapat pada butir kedua angka ke-9 dari inpres, yang menginstruksikan agar  pejabat yang berwenang menegakkan hukum untuk mendahulukan proses administrasi pemerintahan dalam memeriksa dan penyelesaian atas  laporan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek strategis nasional.

Sejatinya, konstruksi semacam itu merupakan hal yang lazim dalam sistem hukum administrasi negara. Dalam hukum administrasi negara, ada kategori tindakan administrasi pemerintah dalam bentuk penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang implikasi hukumnya terletak di ranah administratif (melanggar prosedur administrasi pemerintah ataupun kerugian negara yang berkarakter administratif), di ranah perdata (kerugian perdata), maupun di ranah hukum pidana (kerugian negara memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi).

Asas kecermatan

Kategorisasi dari implikasi penyalahgunaan wewenang tersebut tak perlu diartikan untuk mereduksi penindakan terhadap tindak pidana korupsi, tetapi justru untuk mendorong agar penegak hukum menggunakan asas kecermatan untuk menilai tindakan penyalahgunaan wewenang. Dengan demikian, kasus hukum yang melibatkan pejabat pemerintah-yang dinilai penegak hukum memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi-sungguh-sungguh didasarkan atas bukti-bukti yang kuat dan tidak kandas di Pengadilan Tipikor.

Dalam kedudukan inpres yang terletak di luar hierarki peraturan perundang-undangan dan tidak memiliki kekuatan mengikat, tentunya inpres tersebut tak dapat mengalahkan kekuatan normatif undang-undang. Penegak hukum tak perlu ragu melaksanakan penegakan hukum karena kedudukan UU Tipikor, UU Kejaksaan, ataupun UU Kepolisian lebih tinggi dari inpres.

Bunyi ketentuan yang terdapat pada butir 1 angka ke-1 inpres tersebut juga dinilai kontroversial karena menginstruksikan kepada Jaksa Agung agar mendahulukan proses administrasi pemerintahan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun  2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebelum menyidik laporan masyarakat menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Ketentuan itu sejatinya juga memiliki landasan teoretis karena dalam hukum administrasi negara, sanksi pidana sering disebut sebagai in cauda venenum, artinya merupakan norma penutup/norma terakhir dalam rangkaian sistem penjatuhan sanksi dalam hukum administrasi negara, setelah sanksi administratif tidak efektif diterapkan. Inpres tersebut juga mendorong agar di lingkungan pemerintah tumbuh asas-asas umum pemerintahan yang baik serta mengefektifkan pengawasan intern di lingkungan pemerintah ataupun pengawasan fungsional oleh BPKP.

Dengan demikian, Inpres Nomor 1 Tahun 2016 bertujuan membangun administrasi pemerintahan yang tertib, tidak ada penyalahgunaan wewenang, dan memastikan penegakan hukum berbagai kasus korupsi semakin efektif. Semua didasarkan atas asas-asas umum pemerintahan yang baik, obyektif, dan dengan bukti memadai.

Inpres juga tak memiliki kekuatan mengikat yang setara dengan undang-undang sehingga tak perlu menjadi halangan bagi penegak hukum dalam penegakan hukum anti korupsi yang berdasarkan undang-undang.

Inpres adalah sebuah peraturan kebijakan di ranah hukum administrasi negara. Oleh karena itu, pemahaman aparat penegak hukum terhadap pesan yang terkandung dari inpres tersebut harus dikembalikan kepada tujuan dari inpres tersebut untuk mendorong tumbuhnya sistem pemerintahan yang baik, efektif, dan efisien dalam melaksanakan fungsinya.

W RIAWAN TJANDRA

Pengajar Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Menilai Inpres Proyek Strategis Nasional".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger