Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 15 September 2016

TAJUK RENCANA: Menunggu Keseriusan Damaskus (Kompas)

Baru sehari gencatan senjata di Suriah diberlakukan, Rusia menuduh pemberontak melakukan kekerasan dan menyebabkan enam orang tewas.

Kesepakatan gencatan senjata kedua ini dicapai pada Senin (12/9), dimediasi oleh Amerika Serikat dan Rusia. Moskwa bersama Iran dan Hezbollah di Lebanon menjadi pendukung utama Presiden Suriah Bashar al-Assad. Sementara Washington dan Arab Saudi mendukung beberapa kelompok pemberontak yang ingin menggulingkan Assad.

Gencatan senjata dijadwalkan berlangsung tujuh hari. Dalam waktu singkat itu, diharapkan bantuan pangan dan obat-obatan bisa masuk ke Aleppo khususnya dan beberapa kota lain di Suriah, yang akibat perang saudara ini kondisinya terus memburuk.

Namun, kesepakatan itu tidak melibatkan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) serta Front Fath al-Syam, yang dulu disebut Front Al-Nusra dan merupakan cabang Al Qaeda.

Letnan Jenderal Viktor Poznikhir mengatakan, sedikitnya telah terjadi 23 kekerasan selama gencatan senjata yang dituduhkan kepada kaum pemberontak. Kantor berita Pemerintah Suriah menyatakan, pemberontak menyerang jaringan listrik di wilayah selatan Quneitra, yang menyebabkan padam seluruh wilayah provinsi.

Sebaliknya, Turki menuduh Pemerintah Suriah tidak mematuhi kesepakatan yang berlaku sejak Senin. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu menyebutkan, pasukan Pemerintah Suriah kembali melakukan serangan pada malam gencatan senjata itu berlaku.

Organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) menyatakan, gencatan senjata berlangsung hampir di seluruh pelosok Suriah. Namun, sebagian warga Aleppo justru menolak kesepakatan karena gencatan senjata hanya akan menguntungkan Presiden Assad. Mereka berdemo di Aleppo karena bantuan pangan PBB terlambat akibat dihalang-halangi pasukan pemerintah.

Sama dengan gencatan senjata bulan April lalu, George Sabra dari kelompok pemberontak mengatakan, kesepakatan ini tidak akan berlangsung lama. Apalagi, pasukan pemerintah tetap mengontrol bantuan kemanusiaan.

Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura membenarkan, petugas PBB belum bisa masuk ke wilayah Suriah. "Kami masih menunggu pemerintah mengeluarkan surat izin masuk. Kami sangat berharap pemerintah mengeluarkan surat itu sesegera mungkin," ujarnya.

Dengan kondisi ini, wajar jika Sabra menyatakan terlalu dini membicarakan kelanjutan pembicaraan damai. "Itu tergantung dari implementasi kesepakatan ini," katanya.

Kita berharap Pemerintah Suriah segera mengizinkan petugas PBB masuk membawa bantuan untuk membantu puluhan ribu penduduk Suriah yang kelaparan dan sangat membutuhkan bantuan kesehatan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 September 2016, di halaman 6 dengan judul "Menunggu Keseriusan Damaskus".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger