Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 09 Maret 2017

TAJUK RENCANA: ”Gempa” Politik di DPR (Kompas)

Global Corruption Barometer menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga terkorup. Penilaian itu tidaklah mengejutkan.

Realitas empiris menguatkan penilaian Global Corruption Barometer (GCB). Data menunjukkan sejumlah anggota DPR lintas partai politik terlibat dalam kasus korupsi. GCB memotret kinerja pemberantasan korupsi berdasarkan persepsi publik dan pengalaman masyarakat. Survei GCB dilakukan di 16 negara Asia Pasifik pada Juli 2015-Januari 2017 dengan melibatkan 22.000 responden, termasuk di Indonesia.

Kini, publik masih menantikan "gempa" politik di DPR menyusul disidangkannya terdakwa kasus pengadaan KTP elektronik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis. Berbagai data tersebar di sejumlah media sosial maupun percakapan terbatas di grup.

Ketua KPK Agus Rahardjo sudah lebih dahulu memberikan informasi awal bahwa sejumlah nama akan terbawa dalam sidang kasus KTP elektronik. "Mudah-mudahan tidak ada guncangan politik besar karena nama yang disebutkan banyak sekali," kata Agus di Istana.

Pengungkapan kasus pengadaan KTP elektronik yang terjadi pada era Mendagri Gamawan Fauzi disebut-sebut melibatkan sejumlah anggota DPR, lintas partai politik. Mereka yang namanya disebut sudah membantah "tudingan" itu melalui media massa. Kita dorong proses hukum yang fair dan akuntabel berjalan dengan setransparan mungkin. Bantahan atau sangkaan biarlah terjadi dalam proses persidangan yang terbuka untuk umum sehingga publik tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Kita dorong KPK menyelidiki sampai tuntas dugaan korupsi KTP elektronik yang nilai proyeknya mencapai Rp 5,9 triliun. Dalam sebuah proses persidangan tidak dikenal istilah nama besar atau nama kecil. Semua orang punya kedudukan yang sama di muka hukum. Biarlah pembuktian di persidangan berjalan dan publik mengikutinya. Proses persidangan akan memakan waktu lama.

Semua pihak dengan berbagai perannya harus diungkap dalam kasus korupsi terbesar yang dibongkar KPK. Langkah cepat KPK juga dibutuhkan agar semua nama yang disebut juga bisa segera memperoleh kepastian hukum dan tidak menggantung.

Akan menolong jika nama-nama yang disebut dan mengakui menerima uang ilegal mundur dari posisi politiknya. Hal ini merupakan langkah bijak dan membantu bangsa ini dari "gempa" politik. Kita berharap melalui proses persidangan yang terbuka, duduk soal kasus pengadaan KTP elektronik menjadi lebih jelas, dan siapa yang bersalah harus menerima hukuman semestinya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul ""Gempa" Politik di DPR".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger